05 April 2009

ISRA DAN MI'RAJ

Isra dan mi'raj sangat populer di kalangan umat muslimin sebagai suatu perjalanan ritual seorang hamba Allah yang bernama Muhammad pada tanggal 27 Rajab di waktu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan mengendarai seekor buraq, yaitu sejenis hewan berwarna putih, lebih panjang dari keledai dan lebih pendek daripada baghal dan mempunyai sayap. Kemudian dinaikkan ke langit untuk menerima perintah shalat 50 waktu. Karena anjuran Nabi Musa, akhirnya terjadilah tawar menawar, sehingga shalat yang tadinya 50 waktu menjadi 5 waktu sehari semalam.
Peristiwa ini menjadi kisah yang selalu diceritakan turun temurun dan menjadi akidah setiap muslim. Banyak hadits yang menceritakan kisah tersebut, dengan kejadian demi kejadian yang dialami oleh nabi di dalam periwayatan yang berbeda-beda, baik itu berbeda urutan yang dialaminya maupun apa yang dialaminya. Kita hanya diharuskan percaya saja dan menelan mentah-mentah peristiwa tersebut tanpa bertanya tentang kebenarannya.
Benarkah peristiwa Isra dan Mi'raj terjadi pada Nabi? Benarkah beliau mengendarai buraq yang bentuknya demikian, bahkan ada yang menggambarkan berkepala wanita cantik? Benarkah Nabi ke sana mendapat perintah shalat?
Yang lebih menarik lagi, 'ulama mengatakan bahwa peristiwa itu tidak pernah diterangkan di dalam hadits kapan terjadinya. Seandainya ada, itu bukan dari Nabi Muhammad; dan seandainya ada, umat Islam tidak diperbolehkan untuk merayakannya ataupun melakukan ibadah khusus pada waktu-waktu itu, karena Nabi Muhammad tidak pernah melakukannya. Mengapa umat muslim tidak mentaatinya?


ISRA'


Maha Menggerakkan (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya suatu malam dari Mesjidil Haram ke Mesjid Aqsha yang Kami telah memberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan kepadanya dari ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. 17 ayat 1)


Isra' adalah mashdar dari kata asraa (muta'ady) berasal dari kata saraa (lazim). Saraa artinya berjalan malam, asraa artinya menjalankan waktu malam, isra'an artinya perjalanan malam, dan amar (perintah) nya adalah asri.
Di dalam Al Qur'an menyebut kata asraa sebanyak 1 kali (QS. 17 ayat 1) dan asri (perintah) 5 kali (QS. 11 ayat 81, 15 ayat 65, 20 ayat 77, 26 ayat 52, 44 ayat 23). Kedua-duanya mempunyai arti berjalan malam. Tetapi pada ayat-ayat tersebut tidak ada yang menceritakan tentang Nabi Muhammad. Bahkan pada surat 17 ayat 1 yang kita katakan itu perjalanan Nabi Muhammad, Allah hanya menyebutnya "abdi-Nya". Karena tidak menyebut kata 'Muhammad', ini bisa saja terjadi kapanpun dan pada siapapun, meskipun bentuk kata kerja dari asraa adalah adalah madhi (lampau). Maksud dari kata 'kapanpun', bisa saja peristiwa itu terjadi pada waktu yang lalu, saat ini dan yang akan datang. Dan maksud kata 'siapapun', bisa saja terjadi pada siapa saja selama dia adalah benar-benar abdi Allah.
Mengenai dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha, ini perlu dikaji lebih dalam lagi. Karena itu Al Qur'an sering bertanya: "Apakah kamu tidak menggunakan akal?".
Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk memahami segenap ucapan-Nya di dalam Al Qur'an melalui akal kita, dengan bimbingan Al Qur'an tentunya. Tak ada yang salah dalam pemahaman kita, seandainya apa yang kita pahami itu tidak keluar dari batas-batas akal dan kebenaran dengan berlapang dada dan ikhlas mencari kebenaran itu. Hal itu lebih baik, daripada kita menerima taqlid tanpa dasar dan itu kita lakukan karena suatu keengganan berfikir untuk mencari kebenaran dan takut untuk membicarakannya.
Karena Al Qur'an tidak menjelaskannya, bukan berarti Al Qur'an tidak bisa menjelaskan atau tidak lengkap; lalu mencari penjelasan dari kitab lain untuk membenarkannya. Secara prinsip kita akan mengatakan kemungkinan hal itu terjadi pada Muhammad atau siapapun juga (abdi-Nya) dengan arti yang sesungguhnya, berjalan pada waktu malam dari Masjidil Haram Mekkah ke Masjidil Aqsha Palestina.
Kita tidak perlu memikirkan dan bertanya, kapan dan bagaimana caranya Allah melakukan demikian; karena Allah tidak ingin kita bertanya dan memikirkan bentuknya. Allah hanya ingin kita memahami hikmah daripadanya bahwa apapun dapat Dia lakukan dengan kalimat "Subahanallah (Maha Menggerakan Allah)".
Seandainya kita berfikir tentang perjalanan dengan bentuk, kita akan berbenturan dengan kata "Yang Allah berkahi sekelilingnya", karena kita akan meragukannya setelah melihat keadaan palestina yang selalu dalam kondisi peperangan dari dahulu hingga saat ini. Sedangkan ayat-ayat Al Qur'an itu dapat diterapkan dari dahulu, sekarang, dan yang akan datang.
Perjalanan abdinya dari Masjdil haram ke Masjidil Aqsha itu sebenarnya hanyalah sebuah simbol perjalanan ritual dari masjid ke masjid dan itu tidak akan selesai pada waktu lampau dan akan terjadi juga pada masa yang akan datang. Mengapa demikian?
"Min....... ila..." kita senantiasa mengartikan arah tempat, dari.....ke/kepada....sehingga pemikiran kita terbatas kepada tempat yang ada di Mekkah dan Palestina. Padahal kalau kita mengkaji lagi kalimat tersebut, "min" itu adalah "mundzun" artinya semenjak/sejak/mulai dan ilaa itu adalah "ilaa an" artinya sehingga/sampai. Kalau kita masukkan ke dalam kalimat "minal masjidil haram ilal masjidil aqsha", kalimat itu mengandung arti "semenjak masjidil haram (ada) sampai masjidil aqsha". Perjalanan itu akan selalu terjadi dari waktu ke waktu dan Allah bercerita kepada kita, bahwa perjalanan itu pernah dilakukan oleh semua abdi-abdi Allah (para rasul dan pengikutnya) dari semenjak dibangun masjidil haram sampai dibangun masjidil Aqsha. Entah, apakah Aqsha yang dimaksud adalah Aqsha yang telah dihancurkan oleh orang-orang Yahudi atau Masjid Kubah As Sakhra (Dome of The Rock).
Masjid Al Aqsha, mesjid kedua di dunia yang dibangun oleh Nabi Adam setelah Baitul Haram, lalu mesjid itu roboh seiring dengan waktu. Kemudian dibangun kembali oleh Nabi Dawud, lalu diteruskan oleh Nabi Sulaiman. Masjid Aqsha terus menerus hendak dihancurkan oleh orang-orang Yahudi,
Pada tahun 1967, Zionis Yahudi menginvasi Palestina dengan cara mendirikan negara Israel di atas Negara Palestina, dengan cara menduduki Palestina. Israel yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi ini, mengusir bangsa Arab Muslimin yang mendiami tanah Palestina dan mulai memporak-porandakan Masjidil Aqsha. Mereka perlakukan Masjidil Aqsha dengan semena-mena, seperti membebaskan siapa saja untuk masuk ke dalam masjid. Hingga tak jarang, terlihat pemandangan orang Yahudi yang sedang berpacaran di dalam masjid atau para turis yang berkeliaran dengan pakaian seadanya di lingkungan masjid. Pada tahun 1969, mimbar megah yang dibuat oleh Shalahuddin Al Ayubi di dalam masjid dibakar oleh Yahudi. Palestina akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh zionis Israel. Mereka (Yahudi) berusaha memalingkan orang dari Masjid Al Aqsha yang asli, mereka menunjuk bahwa masjid Aqsha yang asli adalah yang berkubah kuning bukan yang hijau (warna kubah Aqsha yang asli).
Berbeda dengan keadaan Masjidil Haram yang aman dan tenteram, Masjid Al Aqsha selalu kacau balau.
Keadaan ini yang membuat keraguan tentang kebenaran kejadian isra'nya Nabi Muhammad karena Allah menyebutnya penuh keberkahan sekelilingnya. Tapi kenyataannya, Aqsha sampai saat ini penuh dengan masalah. Tetapi kalau kita berfikir kembali tentang hikmah dari ayat tersebut, kita akan merenungi malam sebagai waktu orang terlelap dengan kesesatan, angan-angan, dan prasangka. Di saat kegelapan itu, Allah memerintahkan kita untuk berjalan meninggikan isme Allah dengan ikhlas dari mesjid untuk mesjid atau dengan nama Allah dan tujuannya untuk Allah. Perjalanan itu tidak mudah. Kita akan banyak mengalami ujian dari keadaan yang aman seperti Masjidil Haram, menjadi kacau balau seperti Masjidil Aqsha. Tetapi kalau kita sabar, ikhlas dan tetap istiqamah, pasti akan ada keberkahan disekeliling kita. Dengan begitu, akan menjadi terang cahaya Allah di mana kebenaran akan ditegakkan.
Aqsha artinya terjauh, maka akan terjadi pula di tempat-tempat jauh di belahan bumi ini, di mana nur Allah dizhahirkan.
Tidak semua perjalanan itu mendapat keberkahan dari Allah. Perjalanan yang Allah berkahi adalah perjalanan dalam rangka Hijrah dan Jihad (kata masjid) karena untuk mencari nur Allah yang akan Allah perlihatkan kepada kita.



PERJALANAN PARA ABDI-ABDI ALLAH DI WAKTU MALAM



LUTH BESERTA KELUARGA


Mereka (para malaikat) berkata: Hai Luth, sesungguhnya kami adalah rasul-rasul Rabb engkau sekali-kali mereka tidak akan dapat menyerang engkau. Maka berjalanlah engkau bersama keluarga engkau di akhir malam dan janganlah dari kamu tertinggal seorangpun kecuali isteri engkau. Sesungguhnya dia akan ditimpakan kepadanya apa yang ditimpakan kepada mereka. Sesungguhnya waktu yang diancamkan kepada mereka adalah shubuh. Bukankah shubuh itu telah dekat? (QS. 11 ayat 81)

Maka berjalanlah engkau bersama keluarga engkau di akhir malam dan ikutilah dari belakang mereka dan janganlah dari kamu seorangpun tertinggal dan teruskanlah ke tempat yang diperintahkan.” (QS. 15 ayat 65)



MUSA BESERTA UMATNYA


Dan sesungguhnya benar-benar Kami telah mewahyukan kepada Musa, yaitu: “Berjalanlah dengan hamba-hamba-Ku, maka buatlah untuk mereka satu jalan yang kering di laut, janganlah kamu takut akan terkejar dan janganlah kamu takut (tenggelam)” (QS. 20 ayat 77)

Dan Kami telah wahyukan kepada Musa: “Hendaklah kamu jalan dengan hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu akan diikuti” (QS. 26 ayat 52)

"Maka berjalanlah dengan abdi-abdi-Ku di waktu malam, sesungguhnya kamu akan diikuti(QS. 44 ayat 23)

Tidak ada satupun ayat yang menjelaskan tentang perjalanan Nabi Muhammad. Tapi tidak menutup kemungkinan beliaupun sebagai abdi Allah akan melakukan perjalanan malam seperti yang Allah jelaskan kepada kita (QS. 17 ayat 1).

Melihat penjelasan-penjelasan di atas, dapat kita fahami bahwa isra bukanlah perjalanan seperti yang kita bayangkan dan kita dengar dari dongeng-dongeng orang dahulu, tetapi perjalanan ritual untuk menghindari siksa Allah dan makar orang-orang yang membenci ajaran Allah atau bisa dikatakan melakukan hijrah. Dan waktu teraman untuk berangkat adalah waktu malam di saat orang sedang terlelap.


MI'RAJ


Mi'raj jamaknya ma'aarij adalah isim alat berasal dari kata 'araja. 'Araja artinya naik dan mi'raj adalah alat untuk naik (tangga). Kata lainnya adalah mish'adun (sha'ida) dan mirqayun (raqiya).
7 ayat di dalam Al Qur'an tentang kata tersebut ('araja, ...., mi'raj) tidak ada yang berkaitan tentang naiknya Nabi Muhammad ke langit. Kalau sekiranya kejadian itu memang ada dan menjadi peristiwa besar, maka Allah tidak akan lupa untuk mencantumkannya di dalam Al Qur'an sebagai ahsanal qashash (paling bagus kisah). Tetapi kenyataannya Al Qur'an tidak menceritakannya. Apakah Allah lupa?

Keinginan orang-orang yang kafir adalah menjadi seperti para malaikat yang dapat naik ke langit. Tetapi mereka menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin selain para malaikat yang melakukannya. Dengan ketidakmungkinan itu mereka menantang Nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa mereka akan beriman kalau beliau bisa naik ke atas seperti malaikat. Seperti yang mereka harapkan, Nabi Muhammad tidak bisa melakukannya dan mengatakan suatu kebenaran bahwa beliau hanya seorang manusia biasa yang diangkat menjadi seorang Rasul (QS. 17 ayat 93). Lagipula itu hanya alasan mereka untuk menolak ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad (QS. 6 ayat 111).

Bisa saja Allah membuat mi'raj-mi'raj (alat untuk naik) untuk orang-orang yang kafir dengan-Nya yang dengan mi'raj itu mereka menjadi terkenal. Tetapi Allah tidak akan melakukannya, karena apabila Allah membuatkan mi'raj buat mereka, mereka akan meminta pintu-pintu langit dibuka untuk memasukinya; dan apabila pintu-pintu itu dibuka, mereka akan senantiasa naik kepadanya (QS. 43 ayat 33, 15 ayat 14)

Kebenaran yang sesungguhnya adalah bahwa Nabi Muhammad tidak pernah dan bisa naik ke langit. Apabila beliau bisa naik ke langit, itu adalah rekayasa orang-orang yang kafir untuk memutarbalikkan kebenaran dan mengacaukannya dengan angan-angan dan prasangka mereka. Sehingga kejujuran seorang Rasul seperti Nabi Muhammad dibuat menjadi kebohongan dan kebanggaan dirinya akan statusnya sebagai orang pilihan yang selama bertahun-tahun kita tuduhkan kepada beliau dengan dasar kebenaran yang sudah mereka obok-obok.
Allah mengetahui apa yang masuk ke bumi dan apa yang naik ke langit, bahkan Allah juga bersama Nabi Muhammad di mana saja beliau berada. Tapi mengapa kenaikan Nabi Muhammad tidak diketahui oleh Allah? Padahal Allah selalu mencatat di dalam Kitab (QS. 57 ayat 22) dan Al Qur'an tidak pernah melalaikan suatu apapun semua tercatat di dalamnya (QS. 6 ayat 38). Kalau peristiwa memang terjadi, sangat besar, dan sangat penting, masa iya Allah lupa menjelaskan di dalam Kitab-Nya, sampai-sampai kitab lain buatan manusia mewakili dan mengingatkan-Nya.

Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik padanya. Dan Dia Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (QS. 34 ayat 2)

Dia yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa kemudian berdiri tegak di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk di bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik padanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat dengan apa yang kamu kerjakan. (QS. 57 ayat 4)


Para malaikat dan ruh naik kepada Allah dalam satu hari yang ukurannya 50.000 tahun dalam hitungan kita sedangkan perintah Allah naik kepada-Nya ukurannya 1000 tahun juga dalam hitungan kita. Satu hal yang perlu kita ingat adalah, satu hari di sisi Allah adalah 1000 tahun dalam hitungan kita (QS. 22 ayat 47).

Dia mengkaji perintah itu dari langit ke bumi, kemudian naik kepada-Nya dalam satu hari yang ukurannya adalah seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (QS. 32 ayat 5)


Yang meminta telah meminta azab yang akan terjadi,
untuk orang-orang yang kafir tidak ada untuknya yang dapat menolak,
dari Allah yang mempunyai tempat-tempat naik.
Malaikat-malaikat dan ruh naik kepada-Nya pada satu hari yang kadarnya adalah lima puluh ribu tahun.
Maka bersabarlah dengan sabar yang baik.
Sesungguhnya mereka melihatnya jauh,
dan Kami melihatnya dekat. (QS. 70 ayat

Berdasarkan ayat di atas, perintah itu naik lebih cepat dari naiknya para malaikat dan ruh. Melihat hitungan seperti itu, kita berhadapan dengan hal yang tidak akan mungkin bisa kita capai. Tetapi Allah menghibur kita dengan mengatakan bahwa apa yang kita pandang jauh sebenarnya dekat menurut Allah. Apabila kita mentaati perintah dan apa yang diajarkan oleh Allah, itu bisa saja terjadi, seperti halnya para malaikat yang bisa tunduk kepada seorang manusia yang bernama Adam. Apakah yang Allah perintahkan yang membuat ukuran sekejap jarak yang begitu jauhnya?
Coba simak kalimat yang berbunyi: "Maka bersabarlah dengan sabar yang baik". Sabar adalah perintah dari Allah dan kunci semua ibadah. Apakah cuma bemodalkan sabar sudah baik menurut kita? Belum. Kalau kita ingin sabar dengan sabar yang baik, maka kesabaran itu diperkuat dengan shalat. Karena dengan cara itu, Allah akan menolong kita untuk naik kepada-Nya. Kesimpulannya, shalat yang dilandasi dengan kesabaran adalah perintah dari Allah dan itu adalah mi'raj Rasulullah dan mi'raj bagi setiap muslim untuk bertemu dengan Allah. Jadi mi'raj bukanlah menjemput shalat seperti dongeng yang kita terima selama ini. Justeru mi'raj itu adalah shalat yang dilakukan oleh semua Nabi dari dahulu termasuk Rasulullah Muhammad itu sendiri.
Allah mempermudah manusia untuk melakukannya dibandingkan para malaikat. Yang senantiasa tanpa henti melakukan shalat. Berapa perbandingannya? Mari kita hitung!
Perintah Allah naik = 1.000
Para malaikat dan Ruh naik = 50.000
Mi'raj dengan sabar dan shalat yang kita lakukan sama ukurannya dengan yang dilakukan para malaikat. Ilmu yang Allah ajarkan kepada Nabi Adam membuat Adam dapat mengalahkan para malaikat dan membuat mereka bersujud. Kalau para malaikat dengan 50.000, kita melakukan dengan perintah Allah yang membuat satu hari yang ukurannya 1.000. Itu berarti 50 : 1. Angka 50 itu yang dijadikan ide oleh para Yahudi untuk merekayasa perjalanan shalat hingga menjadi 50 waktu dengan bintang utama nya adalah Nabi Musa. Seorang Nabi yang diakui oleh Yahudi sebagai Nabi mereka. Nabi Musa-lah menurut mereka yang mengatur sedemikian rupa dengan memerintahkan Nabi Muhammad agar melakukan penawaran terhadap perintah Allah. Ini bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur'an sebagai berikut:


SETIAP ORANG YANG MATI JIWANYA ALLAH TELAH TAHAN DAN DILEPASKAN NANTI PADA HARI KIAMAT


Allah menyempurnakan jiwa itu ketika matinya dan yang belum mati di dalam tidurnya; lalu Dia menahan yang Dia telah tetapkan kematian itu atasnya dan melepaskan yang lain hingga batas waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar bagi kaum yang berfikir. (QS. 39 ayat 42)

Nabi Musa sudah mati, sedang apa dia di langit? Bukankah setiap yang mati di bumi akan dibangkitkan juga di bumi?

Dia berkata: “Di dalamnya kamu hidup dan di dalamnya kamu mati, dan darinya kamu akan dibangkitkan". (QS. 7 ayat 25)


SUNNAH SEORANG NABI ADALAH, DIA TIDAK PANTAS KEBERATAN TERHADAP KEPUTUSAN ALLAH APAPUN JUGA


Tidak pantas ada bagi seorang Nabi suatu kesempitan terhadap apa yang telah Allah wajibkan kepada-Nya sebagai sunnah Allah pada orang-orang yang telah berlalu sebelumnya. Dan perintah Allah adalah suatu ketetapan yang telah diperhitungkan. (QS. 33 ayat 38)


Salah satu sunnah Nabi adalah bahwa Nabi tidak pernah keberatan dan menolak keputusan Allah. Kalau memang shalat 50 waktu perintah dari Allah, mengapa Nabi protes dan keberatan? Sebagai nabi terakhir, kedudukan Nabi Muhammad adalah di atas para nabi yang sebelumnya, karena beliau adalah penyempurna dan penutup para nabi yang diutus untuk seluruh manusia (QS. 33 ayat 40, 34 ayat 28). Mengapa Nabi Musa turut campur apa yang sudah tidak menjadi wewenangnya lagi dan menyuruh Nabi Muhammad untuk menawar dari 50 sampai 5. Ternyata ide ini sama seperti hukum rajam yang merupakan inspirasi dari bible. Tawar menawar dengan perintah Tuhan tidak ada di dalam Al Qur'an, karena keputusan Allah itu mutlak. kecuali di dalam bible (Kejadian 18:23-32). Dan bolak-baliknya Nabi Muhammad sebanyak 9 kali adalah rekayasa orang-orang Yahudi untuk membuktikan kehebatan Nabi Musa.
Itulah mengapa Allah selalu menegur Ahli Kitab agar jangan mencampurkan yang hak dengan yang bathil, sehingga kebenaran itu tersembunyi dan kebathilan itu di atas kebenaran (QS. 3 ayat 71). Contohnya adalah dongeng tentang peristiwa mi'raj yang katanya menjemput shalat 5 waktu, ternyata mi'raj itu sendiri adalah shalat itu sendiri. Mengenai shalat dan waktunya kita akan kaji pada artikel tentang shalat.


BURAQ


Buraq (barq) artinya kilat. Bukan kuda; keledai; begal dan sebagainya. Apalagi bersayap dan berkepala wanita cantik. Kalau kita pikirkan tentang buraq seperti yang digambarkan selama ini, itu sama halnya dengan pelecehan terhadap Nabi Muhammad. Bila buraq itu adalah kilat, mungkin bisa kita terima dengan akal atau iman. Bisa jadi Nabi Muhammad naik kendaraan yang mempunyai kecepatan seperti kecepatan kilat. Tapi bila buraq seperti seekor kuda, keledai, atau bagal bersayap, itu tidak masuk akal. Karena setelah melewati atmosfir bumi, udara sudah tidak ada. Bagaimana sayap itu bisa terdorong ke atas tanpa udara?
Kalau berkepala wanita, itu sangat merendahkan Nabi. Karena dengan demikian, Nabi yang berakhlak mulia terlihat seperti orang bodoh; sebagai sosok seseorang yang suka wanita. Sampai-sampai kendaraannya saja dimodifikasi berkepala wanita cantik.
Setelah kita mengetahui ternyata mi'raj bukan naik ke langit melainkan shalat, lalu buraq itu seperti apa dalam gambaran Al Qur'an sebagai kendaraannya?

Dan di antara ayat-ayat-Nya Dia memperlihatkan kepadamu kilat itu sebagai rasa takut dan pengharapan dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghidupkan dengannya bumi itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat bagi kaum yang menggunakan akal.(QS. 30 ayat 24)

Barq (kilat) adalah di antara ayat-ayat Allah yang Allah perlihatkan untuk menimbulkan rasa takut dan pengharapan. Kalau kita katakan bahwa buraq / barq adalah kendaran mi'raj, dan mi'raj adalah shalat, maka untuk mendapatkan shalat atau nilai shalat harus di dasarkan rasa takut dan pengharapan. Artinya, shalat bukan karena kebiasaan atau ikut-ikutan, tetapi dikerjakan karena rasa takut kepada Allah dan mengharap bertemu dengan Allah.
Isra', mi'raj, dan buraq ternyata ada di tengah-tengah kita. Semua itu adalah ibadah yang biasa kita kerjakan. Tapi sayang untuk memahaminya kita tertipu oleh dongeng-dongeng buatan orang-orang Yahudi. Marilah kita kembali kepada Al Qur'an untuk meluruskan keyakinan yang selama ini membutakan mata dan hati kita agar apa yang telah kita kerjakan bermanfaat buat kita nanti di akhirat.


Pujian itu kepunyaan Allah!

6 komentar:

Anonim mengatakan...

Gw ragu bacanya soalnya bertentangan dengan pendapat umat Islam secara umum. Sumbernya dari mana? Atau hasil kesimpulan sendiri?

Abi Fahd mengatakan...

Sumbernya saya ambil dari Al Qur'an yang saya pelajari maknanya selama ini.
Al Qur'an adalah kitab yang tidak diragukan lagi (QS. 2 ayat 2), suatu kebenaran yang tidak boleh diragukan (QS. 2 ayat 147), sebuah Kitab yang cukup sempurna untuk dipelajari dengan akal sesuai dengan tuntunan Al Qur'an itu sendiri (QS. 38 ayat 29).

Kalau kita tidak mengikuti aturan Al Qur'an dan cenderung kepada pendapat orang banyak, maka sama seperti QS. 6 ayat 116 dan kalau saudara ragu, tidak masalah buat saya. Kewajiban saya hanyalah mengingatkan (QS. 6 ayat 69)dan memberikan peringatan seperti yang pernah diperintahkan kepada Rasulullah (QS. 5 ayat 67,6 ayat 19, 3 ayat 187, 10 ayat 15)
Bukan sesuatu yang aneh dan baru bila ditinggalkan atau tidak diperdulikan karena Rasulullahpun pernah mengadu kepada Allah karena kaumnya meninggalkan Al Qur'an (QS. 25 ayat 30-31)

Semoga Allah melindungi dan memberikan petunjuk jalan yang lurus buat anda.

agungpurnomo2901.blogspot.com mengatakan...

sumpah saya pusing jadi bacanya,,,,semoga ini bukan kekafiran.naudubillahmindalik

Abi Fahd mengatakan...

Anda tidak dipaksa untuk membacanya. Saya hanya menunaikan kewajiban saya menyampaikan kebenaran yang pernah disampaikan oleh rasulullah Muhammad yaitu Al Qur'an. Bukan dongeng atau prasangka jahiliyah tanpa dasar yang jelas yang hanya merupakan suatu taklid, bid'ah, dan khurafat.

Orang-orang yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang paling baiknya. Mereka itulah orang-orang yang Allah tunjuki dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. QS. 39 ayat 18

Salaam.

ayo momod mengatakan...

Alhamdulillaahi Rabbi al 'aalamiin.

Dilanjut bro mengkaji dan menyampaikan ayat-ayat Allah. ane mendukung.

kebanyakan umat asing dengannya karena terbiasa dengan cerita bersambung dari mulut ke mulut.

salam

Abi Fahd mengatakan...

Salamun 'alaikum.

Alhamdulillah. Terima kasih atas supportnya. Semoga kita senantiasa lurus di atas jalan kebenaran menurut peraturan di dalam Kitab suciNya.

Salam.