08 Maret 2009

MAULID NABI

Dan sekali-kali tidak akan ridha terhadap engkau orang-orang Yahudi dan orang-orang nasrani sampai engkau mengikuti millah mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah ialah sebenar-benarnya petunjuk. Dan sungguh jika engkau mengikuti kemauan mereka sesudah datang kepada engkau ilmu itu, tidak ada bagi engkau wali dari Allah dan juga penolong. (QS. 2 ayat 120)


Ketika saya masih kecil, setiap ada perayaan maulid, saya biasa diajari untuk bermain qasidah, bernyanyi-nyanyi dan berceramah dengan materi yang diberikan oleh guru saya, baik dibaca atau dihafalkan untuk disampaikan setiap perayaan maulid. Kemudian diwajibkan mengumpulkan uang untuk membeli makanan-makanan serta keperluan yang lain.
Materi yang mesti saya sampaikan biasanya berisi tentang kisah-kisah perjalanan Nabi Muhammad serta puja dan puji buat beliau sebagai seseorang yang dianggap sebagai manusia sempurna di dunia setelah Tuhan. Beliau dianggap Nabi terbaik di antara para nabi hingga akhir zaman. Menurut para orangtua merayakan maulid nabi adalah satu cara untuk mendapatkan cinta dan syafa'at dari Nabi Muhammad dan diwajibkan memperingatinya untuk membuktikan cinta kita kepada beliau. Seperti halnya anak-anak yang lain, semua itu saya lakukan dengan penuh keyakinan bahwa memang itu adalah ajaran Islam. Tentunya semua umat Islampun demikian. Sebab mereka semua dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan kehidupan beragama yang penuh dengan adat istiadat dan kebiasaan yang mesti diterima, tanpa bertanya darimana asalnya, dan apa dasarnya. Hal itu dijadikan sebagai suatu kewajiban dengan mengatakan bahwa kalau tidak melakukannya berarti bukan umat islam dan tidak mencintai nabi; konsekwensinya adalah.. dikucilkan.
Mengapa kita bersikap demikian?
Islam mengangkat derajat para penganutnya menjadi seorang mulia, cerdas, dan tidak seperti kerbau yang selalu menuruti perintah dan mengikuti saja kemana pimpinannya pergi, meskipun harus masuk ke dalam lubang dan tersesat. Islam mendidik para pengikutnya untuk selalu menggunakan akal sehat dan kritis dalam menyikapi sesuatu.
Sebagai seorang muslim yang baik, kita tidak pernah menyelidiki, mengapa kita melakukan semua itu dan mengapa semua orang percaya bahwa yang mereka kerjakan itu benar. Seharusnya sebagai umat Muslim yang ingin melaksanakan ajaran-ajaran islam, kita harus mengkaji, apakah maulid itu benar-benar ajaran Islam dan memang dianjurkan oleh Rasulullah? Apakah merayakan maulid Nabi tidak lebih adalah satu cara orang-orang Yahudi dan nasrani untuk menghancurkan ajaran-ajaran Islam dan membuatnya sama seperti millah mereka. Seperti pernyataan ayat di atas, bahwa sampai kapanpun mereka tidak akan ridha dengan kita sampai kita mengikuti ajaran-ajaran dan kebiasaan mereka. Baik Yahudi dan Nasrani sangat mengagungkan para alim ulama, rahib, dan juga nabi mereka; dan mereka menganggapnya seperti atau sebagai Tuhan:

Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair putra Allah" dan orang-orang Nasrani mengatakan: "Al Masih putra Allah" Itulah perkataan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang yang kafir sebelumnya. Allah memerangi mereka; bagaimana mereka dipalingkan?
Mereka mengambil alim ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah dan Al Masih putra Maryam. Dan tidaklah mereka diperintah melainkan mengabdi kepada Tuhan yang satu; tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha Kuasa Dia terhadap apa yang mereka persekutukan.(QS. 9 ayat 30-31)


Dan kenyataan yang terjadi pada umat Islam adalah mereka sangat mengagung-agungkan Nabi Muhammad sebagai seorang yang mendapat posisi yang berbeda di antara semua nabi dan rasul bahkan namanya selalu ada tertulis di samping Allah. Perayaan maulid yang dibarengi ritual dan pesta-pesta adalah salah satu bukti bahwa yahudi dan Nasrani telah berhasil mencampurbaurkan ajaran Islam dengan kebiasaan-kebiasaan mereka. Apapun alasannya, maulid adalah suatu bid'ah yang harus ditinggalkan. Karena Al Qur'an tidak pernah memerintahkan dan Rasulullah tidak pernah mencontohkan. Bahkan kalau ada yang fanatik kepada hadits dalam satu riwayat dikatakan:


"Jangan kamu semua mengagungkan aku sebagaimana orang-orang Nasrani mengagung-agungkan anak Maryam. Sesungguhnya aku hamba Allah, maka katakanlah aku hamba Allah dan rasulNya".

HR. Bukhari dan Muslim


Coba simak puja-pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad di dalam Kitab Al barjanji karya Syekh Ja'far Al Barjanji yang sering dibaca dan dinyanyikan oleh umat Muslim, baik pada perayaan maulid maupun tidak.:

Selamat datang wahai selamat datang, selamat datang datuk hasan dan husain selamat datang
Wahai Nabi, semoga sejahtera engkau. Wahai Rasul, semoga sejahtera engkau.
Wahai kekasih, semoga sejahtera engkau. Semoga engkau dirahmati Allah.
Telah terbitlah bulan purnama ke atas kami (telah datang Muhammad), maka samarlah bintang-bintang karenanya.
Kami tidak pernah melihat orang secantik engkau wahai wajah yang berseri-seri.
Engkaulah matahari, engkaulah bulan. Engkau cahaya di atas cahaya.
Engkau logam yang menjadi emas dan mahal. Engkau adalah pelita dada.
Wahai kekasihku wahai Muhammad, wahai pengantin dua mahluk (manusia dan jin).
Wahai orang yang dikuatkan, wahai orang yang dimuliakan, wahai imam dua kiblat.
Orang yang melihat wajahmu sudah tentu bahagia wahai orang yang mulia kedua orangtuanya.
Telagamu yang bersih dan sejuk tempat yang akan kami datangi pada hari berbangkit.
Kami tidak pernah melihat unta jinak seperti tawanan kecuali pada engkau.
Awan sudah menaungimu sedangkan semua mahluk berselawat ke atasmu.
Pohonpun datang kepadamu menangis dan merendah diri di hadapanmu.
Kijang yang liarpun datang meminta perlindungan kepadamu wahai kekasihku dan seterusnya...


Bacaan di atas tidak berbeda dengan isi mazmur di dalam bible yang berisi pujian kepada Tuhan.
Muhammad itu, seorang nabi atau Tuhan?

36 ayat di dalam Al Qur'an menyatakan pujian itu adalah milik Allah. Allah yang memberikan kepada kita atau kita mengucapkannya dengan mulut kita kepadaNya. (QS. 1 ayat 2, 6 ayat 1, 45, 7 ayat 43, 10 ayat 10, 14 ayat 39, 15 ayat 98, 16 ayat 75, 17 ayat 111, 18 ayat 1, 20 ayat 130, 23 ayat 28, 27 ayat 15, 59, 93, 28 ayat 70, 29 ayat 63, 30 ayat 18, 31 ayat 25, 32 ayat 15, 34 ayat 1, 35 ayat 1, 34, 37 ayat 182, 39 ayat 29, 74, 75, 40 ayat 7, 55, 65, 42 ayat 5, 45 ayat 36, 50 ayat 39, 52 ayat 48, 64 ayat 1, 110 ayat 3) dan apabila ayat-ayat itu diartikan bahwa tidak ada puja dan puji kecuali kepada Allah, Tuhan semesta alam yang Maha Sempurna, maka apabila ada yang dipuja dan dipuji sama dengan sifat-sifat Allah, maka Dia sama dengan Tuhan. Dan apabila itu selalu ditujukan kepada Nabi Muhammad, maka beliau lebih tepat dikatakan Tuhan daripada seorang Nabi, seorang manusia biasa yang tugasnya hanya menerima dan menyampaikan wahyu. Beliau adalah seorang guru yang hanya mengajarkan kitab dan hikmahnya dan tidak memerintahkan muridnya yaitu kaumnya untuk mengikuti segala prilakunya dan kebiasaannya. Mengapa demikian? Karena beliau adalah Rasul yang diutus bukan untuk satu bangsa yaitu Bangsa Arab seperti rasul-rasul yang lain, melainkan Rasul yang diutus untuk semua umat manusia yang berbeda karakter, kebiasaan, adat istiadat, dan pola pikir yang berbeda yang disatukan dengan syariat yang sama, yaitu syari'at yang dibawa oleh semua nabi dan rasul (QS. 42 ayat 13).
Sebagai murid yang baik, kita harus menghormati beliau dengan menghargai apa yang dibawanya, mengingat nasehatnya, dan mengkaji ilmu yang diajarkannya. Karena kita tidak akan pernah menjadi orang mulia, bila cuma memuji-mujinya dan merayakan hari ulang tahunnya seperti prasangka kita selama ini, yaitu merayakan maulidnya. Ingat, Islam mengajarkan kita supaya cerdas dan tidak terkukung dengan adat istiadat yang tidak jelas yang mengatasnamakan agama Islam.


ASAL-USUL MAULID


Maulid adalah isim zaman, jamaknya mawaalid yang artinya waktu kelahiran. Maulid Nabi Muhammad berarti hari kelahiran Nabi Muhammad dan di dalam Agama Kristen menyebutnya Natal/christmas sebagai hari kelahiran yesus kristus. Apabila Natal disebut juga maulid Nabi Isa (Kamus Bahasa Indonesia, S. Wojowasito), maka maulid bisa juga disebut natal Nabi Muhammad. Karena maknanya sama-sama meruju' kepada hari kelahiran.

Saya mengutip tulisan Abu Isma'il Agung Priyadi yang berjudul TRILOGI MAULID NABI MUHAMMAD tertulis:

Kutipan pertama:


Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang memperingati peristiwa-perisiwa Islam tertentu yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al Qaddah yang menamakan dirinya sebagai Fatimiyyun.
Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan perayaan upacara maulid adalah orang-orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu ke-4 Hijriyah.
Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai pengikut Fathimah secara dzalim dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi (penyembah api) bahkan ada yang mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.
Pendapat lain:

As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid menegaskan:
'Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal, Raja Agung Abu Sa'id Kau Kaburi 3 bin Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.

Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh:
'Bid'ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh Abu Sa'id Kau Kaburi pada abad ke-6 H,

Syaikh Hamud Tuwaijiri:
'Upacara peringatan maulid adalah bid'ah dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.

Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid meninggal 567H, sedangkan penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H, ini menjadi bukti bahwa kelompok Ubadiyyun lebih dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar- dalam mengadakan upacara peringatan maulid Nabi. Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu a'lam.

Kutipan kedua:


1. Mereka mengadakan peringatan maulid secara umum dan maulid Nabi secara khusus, terjadi pada masa kepemimpinan Al Ubaidiyyun, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh siapapun.
Al Muqrizi berkata:
'Dengan adanya peringatan-peringatan yang dijadikan oleh kelompok Fatimiyyun sebagai hari raya dan pesta seperti itu KEPEMIMPINAN mereka bertambah luas dan mereka mendapat keuntungan yang banyak. Para pemimpin Fathimiyah, memiliki banyak hari raya dan peringatan setiap tahunnya, diantaranya adalah peringatan / perayaan:
a. Peringatan akhir tahun, awal tahun, Hari Asyura,
b. Peringatan Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan, Maulid Husein, Maulid Fathimah Az Zahra, Maulid raja yang sedang menjabat.
c. Peringatan awal bulan Rajab, malam pertengahan bulan Rajab
d. Malam awal bulan Sya'ban, malam Nisfu' Sya'ban
e. Awal bulan Ramadhan, pertengahan Ramadhan, akhir Ramadhan
f. Hari raya Idul Fitri & Hari Raya Idul Adha
g. Upacara kematian
h. Menyambut musim hujan & musim kemarau
i. Peringatan penaklukan teluk
j. peringatan hari Nairuz
k. Hari ulang tahun
l. Hari Kamisan, Hari rukubat, dsb
Setelah itu Al Maqruzi berbicara tentang bagaimana setiap upacara & perkumpulan itu dilaksanakan. Merekalah orang yang PERTAMA KALI membuka pintu perkumpulan bid'ah dengan berbagai macamnya, hingga mereka berkumpul untuk mengadakan peringatan hari raya Majusi dan Kristen seperti Paskah, Kenaikan Isa Al Masih, Natal dsb. Semua ini menunjukkan jauhnya mereka dari Islam dan MEMUSUHI ISLAM walaupun tidak mereka tampakkan secara lahir. Semua itu juga menunjukkan bahwa mereka menghidupkan ke-6 upacara maulid diatas -diantaranya maulid Nabi- BUKAN KARENA cinta kepada Rasulullah dan keluarganya seperti yang mereka nyatakan, tetapi tujuan mereka menyebarluaskan aliran Ismailiyah Bathiniyah yang mereka anut dan aqidah rusak mereka di kalangan manusia serta menjauhkan mereka dari agama yang benar dan aqidah yang murni dengan acara mengada-adakan upacara-upacara semacam itu, menyuruh manusia menghidupkannya, memberikan semangat, dan agar mereka mendapatkan keuntungan harta melalui jalan tersebut.

2. Sangat ramah, menampakkan kasih sayang kepada ahlul kitab, Yahudi & Nashrani memberi kesempatan luas kepada mereka, mengunjungi gereja-gereja, memberikan sumbangan kpd para pendeta-pendeta.
Sebaliknya kepada Ahlus Sunnah tampak kebencian mereka. Mereka melaknat 3 khalifah besar Abu Bakar, Umar dan Utsman dan shahabat-shahabat lainnya, karena anggapan mereka para shahabat tsb adalah musuh-musuh Ali .Sementara keutamaan Ali dan anak keturunanya ditulis diatas papan-papan besi dan dinding-dinding masjid

3. Mewajibkan seluruh pegawai pemerintahan menganut mazhab Ubaidiyah (Ismailiyah) Bathiniyah, menetapkan undang-undang atas dasar keyakinan tersebut. Untuk bisa menjadi pejabat pemerintahan disyaratkan masuk dalam mazhab Syi'ah.

4. Kebijakan politis kelompok Ubaidiyyun diarahkan untuk mencapai satu tujuan yaitu mengajak manusia agar menganut aliran mereka, sehingga mereka bisa berkuasa di seluruh negeri Mesir dan sekitarnya. Telah dijelaskan pula bahwa upacara Maulid Nabi itu bukan didasari rasa cinta kepada Rasulullah dan keluarganya, akan tetapi satu-satunya adalah tercapainya tujuan politis mereka menyebarkan mazhab Ismailiyah Bathiniah.
Untuk menarik perhatian seluruh manusia, mereka mengadakan perayaan-perayaan secara lahir menampakkan kemulyaan, yaitu dengan memberikan penghargaan berupa uang, hadiah kepada para penyair, penulis kerajaan dan ulama, sedekah kepada orang miskin, dan mengadakan pesta. Semua dalam rangka menarik manusia agar mereka masuk dalam mazhabnya.

5. Tambahan: Mereka pula yang banyak mendirikan kuburan-kuburan (palsu) untuk diambil tabaruk dan diziarahi. Sebagian besar kuburan di Mesir adalah dibangun oleh Daulah Fathimiyah.


PANDANGAN AL QUR'AN TENTANG MAULID



Seperti penjelasan di atas, bahwa Rasulullah Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang diangkat sebagai seorang rasul, sama dengan para rasul yang lain. Kewajiban beliau hanya mengajarkan apa yang Allah perintahkan yaitu: Al Qur'an dan isinya yang disebut hikmah.
Sama halnya dengan para nabi dan rasul yang lain, tugas beliau hanya meneruskan dan menguatkan para nabi dan rasul sebelumnya serta mengikuti ajaran yang beliau bawa yaitu Al Qur'an dengan tidak menambahkan dan mengurangi. Di dalam menyampaikan risalah Allah, yang beliau sampaikan dan beliau kerjakan adalah apa yang juga pernah disampaikan dan dikerjakan para rasul sebelumnya dan beliau tidak menyampaikan dan mengerjakan apa yang tidak dikerjakan oleh rasul-rasul sebelumnya. Tetapi dalam kehidupan beliau sebagai manusia biasa yang normal, beliau melakukan aktifitas seperti apa yang beliau mampu dan harus beliau lakukan sebagai manusia biasa dan sebagai Rasulullah.
Beliau tidak pernah mengajarkan bid'ah (sesuatu yang baru), tidak pernah tahu apa yang akan terjadi padanya dan pada umatnya.

Katakanlah: "Aku bukanlah rasul bid'ah dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak pula terhadapmu. Aku tidaklah mengikuti melainkan apa yang diwahyukan kepadaku dan tidaklah aku melainkan seorang pemberi peringatan yang terang. (QS. 46 ayat 9)

Merupakan suatu kedustaan apabila ada yang mengatakan bahwa dia akan turut campur dalam urusan Allah terhadap umatnya. Apakah Allah akan memasukkan surga atau neraka, ataukah Allah akan menyiksa atau menolong umatnya? Apabila Allah menghendaki keselamatan buat umatnya, maka beliau tidak akan bisa meminta untuk menyiksa atau memasukkan ke neraka. Begitupun sebaliknya, apabila Allah hendak menyiksa atau memasukkan umatnya ke neraka, maka beliau tidak akan mampu membantu atau membuatnya masuk ke dalam surga. Karena tugas beliau sama seperti yang lain hanya menyampaikan risalah Allah. Memberikan kabar gembira bagi yang taat dan memberikan peringatan bagi yang membangkang.

Dan tiadalah atas kami melainkan menyampaikan dengan terang. (QS. 36 ayat 17)

Dan aku bukanlah seorang panjaga atasmu. (QS. 6 ayat 104)

Dan tidaklah Kami mengutus engkau sebagai penjaga atas mereka. (QS. 4 ayat 80, 42 ayat 48)

Tiadalah hak engkau sedikitpun tentang urusan itu apakah Dia menerima taubat mereka ataukah Dia menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka orang-orang yang zhalim. (QS. 3 ayat 128)

Katakanlah: "Aku hanya menyeru Rabb-ku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengannya.
Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak berkuasa memberikan kesusahan dan tidak pula kecerdasan untukmu".
Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali kali tidak akan seorangpun dapat membantuku dari siksa Allah dan sekali-kali aku tidak akan mendapati tempat bersembuyi selain-Nya,
kecuali menyampaikan dari Allah dan risalah-Nya. Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya untuknya neraka Jahanam, mereka yang kekal di dalamnya selama-lamanya. (QS. 72 ayat 20-23)

Sesungguhnya Kami telah mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan dan engkau tidak akan ditanya tentang penghuni neraka. (QS. 2 ayat 199)

Aku tidak mengatakan kepada mereka melainkan apa yang Engkau perintahkan dengannya yaitu: "Mengabdilah kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Dan aku menjadi saksi selama aku berada di tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang menjadi pengawas atas mereka. Dan Engkau menjadi saksi atas tiap-tiap sesuatu.
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka abdi Engkau dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau-lah Maha Perkasa lagi Maha Menghukum. (QS. 5 ayat 117-118)

Mengadakan sesuatu di dalam beragama yang tidak ada perintahnya di dalam Al Qur'an, adalah bid'ah. Di antaranya adalah memperingati maulid. Memperingati maulid tidak ada perintah dan keterangannya di dalam Al Qur'an. Rasulullah dari mulai Nuh hingga Muhammad tidak pernah melakukannya. Maka hal tersebut adalah termasuk bid'ah dan yang melakukan adalah orang-orang yang musyrik. Meskipun katanya digolongkan dengan bid'ah hasanah, bid'ah tetaplah bid'ah. Hanya orang-orang sesat yang melakukannya. Allah melarang mengikuti sesuatu kebiasaan di dalam islam yang tidak ada penjelasannya di dalam Al Qur'an.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak ada bagi engkau ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan ditanya tentangnya. (QS. 17 ayat 36)

Marilah sama-sama kita bersikap kritis menyikapi segala aktifitas di dalam beragama. Karena di sekeliling kita banyak sekali orang-orang Yahudi dan Nasrani berusaha mencampurkan aqidah kita dengan aqidah mereka. Tanpa terasa, kita telah dipengaruhi oleh mereka. Islam yang rasional dan selalu mengajak untuk berfikir dan mempertimbangkan secara akal sehat, diobok-obok dan ketakhayulan, prasangka, dan hawa nafsu yang sama sekali tak ada garis kebenarannya. Dengan kembali kepada Al Qur'an, insyaallah kita akan menjadi orang-orang muslim yang sebenarnya, bukan muslim keturunan atau sekedar ikut-ikutan. Tetapi muslim yang berdiri kuat berlandasan kitab yang terpelihara yaitu Al Qur'an yang kebenarannya tidak disangsikan lagi dibandingkan kitab-kitab yang lainnya.


Pujian itu kepunyaan Allah!

4 komentar:

Abi_ala mengatakan...

dakwatuna.com - Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia memperingati tanggal 12 Rabi’ul Awwal setiap tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah saw. Kaum muslimin saling memberi ucapan selamat, hadiah, dan aneka hidangan yang dipersiapkan untuk peringatan tersebut, bahkan penjual aneka makanan mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah, sesuai kebiasaan dan tradisi khas tempat masing-masing.

Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi saw. berkembang secara resmi di kalangan pejabat, raja dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi ucapan selamat, do’a-do’a keberkahan, bagi-bagi hadiah untuk penghafal Al Qur’an, orasi dan pidato politik.

Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid Nabi saw. bermula ?
Apakah peringatan maulid Nabi saw. di benarkan dalam Islam ?
Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid Nabi saw. ini?

Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang saat ada peringatan maulid Nabi saw. setiap tahunnya. Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan seputar hukum memperingati maulid, meskipun Rasulullah saw. sendiri tidak pernah memperingati hari kelahirannya, begitu juga dengan para sahabat dan tabi’in yang merupakan generasi pilihan.

Tradisi Fathimiyyah

Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada sekelompok pendukung Fathimah putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah pertama kali yang mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Mereka mengadakan peringatan secara besar-besaran, mereka membagi-bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran Nabi, mereka juga memperingati hari-hari kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi saw.

Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh menolak peringatan Nabi saw., dan memasukkan katagori bid’ah dalam urusan agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah saw. tidak pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya, begitu juga para sahabat dan tabi’in.

وهو القائل صلى الله عليه وسلم: “من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد”

“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaran Islam.

Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek perayaan maulid ketika masa Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan ini, sebagaimana yang dilihat oleh ahli fiqh sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai dengan praktek-praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan di dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara sufiestik yang sudah menjerus pada kultus individu, berdo’a kepada selain Allah, bernadzar kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-bentuk peringatan maulid Nabi semenjak kelompok Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di belahan dunia lainnya.

Mengapa Kita Tidak Memperingati?

Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad ‘Alawi Al Maliki Al Husaini, seorang ahli fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi saw. dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan sejarah perjalanan hidup Nabi saw. dan memperdengarkan pujian-pujian terhadapnya. Ada kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi kegembiraan terhadap umat Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan pada malam hari tertentu, karena itu termasuk katagori bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam agama.

Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau mengagungkan hari kelahirannya, beliau bersyukur kepada Allah pada hari itu, atas nikmat diciptakan dirinya di muka bumi dengan membawa misi rahamatan lil’alalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ketika Rasulullah saw. ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin dalam setiap pekan, beliau bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, (ذلك يوم فيه ولدت). “Itu hari, saya dilahirkan.”

Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid, Dr Al Husaini mengatakan:

“Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu yang menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.”

Menurut padangan Dr. Al Husaini, jika memperingati maulid Nabi membawa mashlahat secara syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat.

Tergantung Kegiatan

Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di dalamnya bercampur dengan bid’ah dan kemungkaran yang terjadi sebelum abad Sembilan Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu “Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih mashalahat.”

Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga membolehkan. Sebagian ada yang malah menganjurkan, seperti Imam Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka mengingkari praktek-praktek bid’ah. Pendapat mereka ini bersandar pada firman Allah swt, {وذكرهم بأيام الله} “Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”

Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh ‘Athiyyah Shaqr rahimahullah, telah berfatwa tentang dibolehkannya memperingati maulid Nabi dengan syarat.

Fatwa itu tertuang sebagai berikut:

“Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah alasan memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah swt atas pemberian-Nya yang sangat besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa kelestarian. Namun dengan syarat tidak membuatkan gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt atas apa yang disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari koridor syariat dan berubah menjadi hal yang diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung kepada kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-hura, tidak menghormati baitullah, dan termasuk yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap kuburan, sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.”

Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka yang diutamakan adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul:

“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih maslahat.”

Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syar’i didapatkan, maka tidak ada larangan memperingati maulid Nabi saw. dengan tetap mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.” Allahu ‘alam

dakwatuna.com - Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional menyatakan bahwa anggapan merayakan maulid Nabi saw. adalah bid’ah, dan setiap bid’ah pasti sesat, dan setiap yang sesat pasti masuk neraka, tidak semuanya benar.

Beliau meluruskan, yang kita ingkari dalam hal perayaan maulid adalah ketika ada pencampuradukkan dengan kemungkaran, ketika perayaan maulid itu bercampur-aduk dengan hal-hal yang menyalahi syari’at, ketika perayaan maulid itu tidak sesuai dengan Al-Qur’an, sebagaimana praktek-praktek ini masih ada di sebagian negara Islam.

Contohnya, praktek syirik, dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syari’at.

Jika peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah saw., mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah tegaskan sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Ketika acara maulid seperti demikian, alasan apa masih disebut dengan bid’ah?

Pernyataan beliau yang dimuat dalam media online pribadi beliau itu juga ditambahkan:

“Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan.”

Allah swt. memerintahkan demikian kepada kita dalam banyak firman-Nya. Misalnya:

(يا أيها الذين آمنوا اذكروا نعمة الله عليكم إذ جاءتكم جنود فأرسلنا عليهم ريحاً وجنوداً لم تروها وكان الله بما تعملون بصيرًا، إذ جاءوكم من فوقكم ومن أسفل منكم وإذ زاغت الأبصار وبلغت القلوب الحناجر وتظنون بالله الظنونا)

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikuruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.” (Al-Ahzab:9-10)

Allah memerintahkan kita mengingat suatu peperangan, misalnya perang Khandaq atau perang Ahzab, di mana kafir Quraisy dan Suku Ghathfan mengepung Rasulullah saw. Dalam kondisi serba sulit ini, Allah swt. menurunkan bala bantuannya berupa angin kencang dan bantuan Malaikat.

Ingatlah peristiwa itu, ingatlah, jangan kalian lupakan itu semua.

Ini jelas menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk mengingat nikmat dan tidak melupakannya.

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

(يا أيها الذين آمنوا اذكروا نعمة الله عليكم إذ هم قوم أن يبسطوا إليكم أيديهم

فكف أيدهم عنكم واتقوا الله وعلى الله فليتوكل المؤمنون)

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal:30)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ telah besepakat untuk mengkhianati Rasulullah saw. di Madinah, mereka membuat makar, mereka membuat tipu daya, namun makar dan tipu daya Allah swt. lebih kuat dan lebih cepat dari mereka.

ويمكرون ويمكر الله والله خير الماكرين

“Mereka membuat makar, dan Allah membuat makar (juga), Dan Allah sebaik-baik pembuat makar.”

Perayaan yang demikian tidaklah bid’ah, bahkan dianjurkan. Wallahu a’lam (it/ut)

Abi Fahd mengatakan...

Salam.
Terima kasih atas komentarnya. Semoga Allah selalu melindungi dan menunjuki kita semua ke jalan yang benar.

Apapun alasannya, maulid tetaplah bid'ah. Bid'ah itu adalah ikhtira' atau maa uhditsu laa 'alaa mitsaalin saabiq artinya ciptaan baru yang sebelumnya tak pernah ada.
Seperti halnya beberapa pernyataan yang saudara tulis bahwa memang benar bahwa peringatan maulid tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, sahabat, dan tabi'in. Itu artinya, memperingati maulid adalah sesuatu hal yang baru karena dahulu tidak pernah ada. Bila itu baru, ya, namanya bid'ah. Apabila sebahagian 'ulama menyebutnya bid'ah hasanah, itu kan hanya pendapat mereka. Mengingat perayaan itu sudah terjadi turun temurun; mendarah daging dan disangka sebagai suatu syari'at tetapi bukan sesuatu yang diyakini. Karena sampai saat ini hal itu masih terus diperdebatkan. Sebahagian menolak, sebahagian menerima, dan sebahagian diam saja. Mengapa? Karena hal itu hanya disandarkan kepada pernyataan "Masa sih tidak boleh, ini kan sesuatu yang baik yang akan mengingatkan kita kepada Nabi kita" dan tidak kepada hukum yang jelas.
Kegiatan itu (merayakan maulid) pertama kali di adakan oleh pendukung Fathimah atau Fathimiyyin, tetapi bukan Nabi sendiri atau Fathimah itu sendiri. Hal ini bisa dikatakan pendewaan pengikut bukan? Wajar kalau ulama fiqh dahulu yang sungguh-sungguh mengerti perbedaan antara Nabi dengan Tuhan menolaknya.
Pendapat yang mengatakan bahwa para 'ulama mengingkari perayaan maulid karena ada kerusakan dan kemungkaran di dalamnya, hanyalah pendapat para 'ulama yang hidup di zaman moderen tetapi pemikiran mereka lebih menjurus kepada materialistis dan tradisionis. Mereka bukan mengembalikan kepada hukum asal tetapi malah mencari dalil kebenaran dan memelintir beberapa alasan agar sesuatu yang awalnya dilarang menjadi tidak karena suatu keadaan. Pendapat yang sebenarnya dilihat oleh para 'ulama dahulu adalah bahwa hal itu memang tidak ada perintah dan contoh dari Rasulullah; jadi tidak layak disebut ajaran agama dan tidak pantas dilakukan oleh umat Rasulullah Muhammad.
Sebagai contoh pemikiran sederhana yang mungkin tidak akan pernah terjadi dan mungkin saja terjadi dengan sebab fatwa. Allah menyatakan di dalam Al Qur'an bahwa babi itu haram.
Pada agama kristen dahulupun mereka mengharamkan babi karena para pendeta mereka mengharamkan babi tanpa berdasarkan Alkitab mereka. Padahal di dalam Alkitab mereka ada beberapa hal yang membingungkan. Yang diharamkan, babi (Yesaya 66:17, Yesaya 65:2-4) atau babi hutan (Ulangan 14:8, Imamat 11:7)?
Menurut perjanjian lama, babi itu hukumnya haram (Ulangan 14:8, Imamat 11:7, Yesaya 66:17, Dan pada Injil Matius diperkuat bahwa Yesus tidak menghapus hukum perjanjian lama (Matius 5:17-20), tetapi pada kali lainnya, dalam perjanjian baru itu pula menghapus hukum perjanjian lama dengan mengatakan bahwa semua binatang itu adalah halal jika diterima dengan syukur, dan dikuduskan oleh firman Allah dan doa (1 Korintus 6:12, 1 Timotius 4:4-5, 1 Korintus 10:25, Kolose 2:16, dan Roma 14:17)
Melihat keadaan Alkitab sebagai kitab sebelum Al Qur'an yang kacau balau dan saling berselisih, umat Islam menyatakan bahwa Alkitab itu tidak asli karena telah dirubah-rubah; ditambah dan dikurangi.
Lalu bagaimana dengan perayaan maulid?
Perayaan Maulid pada awalnya telah dilarang karena hal itu tidak pernah ada zaman Rasulullah, sahabat, dan tabi'in dan para ulama dahulupun telah melarangnya karena menganggap hal itu adalah bid'ah.
Lalu apakah akan menjadi diperbolehkan dengan dasar fatwa beberapa 'ulama yang tidak hidup pada zaman Nabi, sahabat, dan Thabi'in; bahkan dianjurkan cuma karena diisi dengan doa, syukur, atas nama Tuhan dan Nabi?
Satu hal lagi, umat kristenpun menentang adanya perayaan maulid Isa/Yesus dengan mengatakan bahwa natal/maulid Yesus itu bukan ajaran Bible (Alkitab) dan Yesus pun tidak pernah memerintah para muridnya untuk menyelenggarakannya. Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katolik Roma pada abad ke empat adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala.
Dalam Catholic Encyclopedia, edisi 1911, dengan judul "Christmas", Katolik Roma menjelaskan dengan kalimat sebagai berikut:

"Christmas was not among the earliest festivals of church.. the first evidence of the fiest is from the Egypt. Pagan customs centering around the January calends gravitated to christmas..
(Natal bukanlah upacara gereja yang pertama.. melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus)".

Dalam Catholic Encyclopedia ini pula dengan judul "Natal Day", Bapak Katolik pertama, mengakui bahwa:

"In the scriptures, no one is recorded to have kept a feast or held a great banquet on his birthday. It isi only sinners (like Pharaoh and Heroed) who make great rejoicings over the day in which they were born into this world
(Di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir'aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini)".

dan masih banyak lagi keterangan-keterangan yang menyatakan bahwa perayaan maulid Yesus atau natal itu bukanlah ajaran Alkitab melainkan adat kebiasaan orang-orang pagan; penyembah berhala. Tetapi, apa yang terjadi pada umat kristen sekarang, semua merayakan maulid Yesus atau natal tersebut dengan alasan-alasan yang sedemikian terlihat baik sehingga apa yang dilarang menjadi diperbolehkan.
Apakah kita membenarkan Alkitab mereka? Tidak. Apakah kita membenarkan perayaan mereka? Tidak. mengapa? Bukankah Isa juga Nabi dan Rasul Allah yang wajib kita cintai dan kita ingat sepanjang hidup kita sebagai salah satu Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah Muhammad?
Kita akan membuat alasan-alasan untuk menolak Alkitab dan perayaan natal sama halnya kita mencari dalil-dalil untuk menguatkan adanya maulid meskipun hal itu sudah dilarang pada awalnya.

Ayat-ayat Al Qur'an yang saudara kaitkan untuk menguatkan perayaan maulid itu tidak ada hubungannya sama sekali yaitu:

"Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah."

Potongan ayat itu akan saya lengkapi dahulu:

Dan sesungguhnya benar-benar Kami telah mengutus Musa dengan ayat-ayat Kami yaitu, "Keluarkan kaum engkau dari gelap kepada cahaya dan ingatkan mereka dengan hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ayat-ayat bagi setiap yang sabar lagi bersyukur.

Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Ingatlah nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menyelamatkanmu dari keluarga Fir’aun yang menghinakan kamu dengan siksa yang paling buruk, mereka menyembelih anak-anak laki-laki kamu dan membiarkan hidup anak perempuan kamu. Dan pada yang demikian itu suatu ujian dari Rabb-mu yang besar.

Dan ketika Rabb-mu memberitahukan: “Sungguh jika kamu bersyukur, benar-benar Dia akan menambah kepadamu dan sungguh jika kamu kafir, sesungguhnya azab-Ku benar-benar keras”. (QS. 14 ayat 5-7)

Ayat itu memerintahkan Rasulullah Musa untuk mengajak kaumnya kepada kebenaran dan mensyukuri nikmat dengan menjelaskan sangsi dan hukuman Allah apabila kaumnya mengingkari dan menolaknya dan memberikan nikmat bagi siapa yang mau menerima dan mengikuti ajakannya. Supaya kaumnya beriman kepada Allah, beliau diperintahkan untuk mengingatkan hari-hari Allah yaitu siksa Allah yang pernah terjadi dan nikmat Allah yang pernah diberi, dengan tujuan supaya kaumnya takut dan yakin sehingga mereka mau beriman kepada Allah, bukan untuk merayakan hari-hari tersebut atau merayakan maulid Musa. Tentang Rasulullah Musa di dalam Al Qur'an ada 35 surat, 133 ayat, dan 136 kali disebutkan. Nama beliau paling banyak disebut dibandingkan nabi-nabi yang lain. Mengapa? Karena suatu saat sifat dan kebiasaan Yahudi akan mempengaruhi umat Islam dan mendominasi ajaran-ajarannya. Sehingga mengubah haluan kepribadian beragama dari akal sehat menjadi TBC (Taqlid Bid'ah, dan Churafat). Dengan melihat ayat-ayat tentang perjalanan Rasulullah Musa dan kaumnya dengan berbagai siksaan yang Allah perlihatkan bagi yang ingkar dan nikmat berupa keajaiban-keajaiban yang bisa saja terjadi dalam menyelamatkan kita ketika menghadapi keingkaran dan penolakan orang terhadap kebenaran, maka akan membuat kita takut dan mematuhi segala perintah Allah karena takut suatu saat siksaan-siksaan tersebut akan menimpa kita.
Dan juga beberapa ayat lagi yang saudara jadikan sebagai sandaran seperti QS Al Ahzaab (33) ayat 9-10 dan Al Anfaal (8) ayat 30 untuk membenarkan perayaan maulid, juga tidak hubungannya dengan itu; malah isinya hampir sama dengan pengertian surat di atas (QS 14 ayat 5-7).

Fatwa yang saudara tulis dari salah satu ulama yang isinya:

"Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan dibanding dengan hari-hari lainnya....dst"

yang saudara jadikan sebagai pembenaran perayaan maulid, tidak dapat menjadi dasar yang kuat karena dalam sejarah kelahiran Nabi Muhammad di dapati beberapa perbedaan pendapat yaitu:
Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, sebahagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah itu. Yang lain berpendapat bahwa tahun kelahirannya itu adalah lima belas tahun sebelum peristiwa gajah. Ada juga yang mengatakan beliau dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang memperkirakan tiga puluh tahun, dan ada juga yang memperkirakan sampai tujuh puluh tahun.
Mengenai bulan ketika Muhammad dilahirkan juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulannya. Ada yang mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada yang mengatakan beliau dilahirkan pada bulan Muharam, yang lain berpendapat dalam bulan Safar, sebahagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab, sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.
Mengenai hari bulan ia dilahirkan. Satu pendapat mengatakan pada malam kedua Rabiul Awal, atau malam kelapan, atau kesembilan. Tetapi pada umumnya mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal dua belas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.
Mengenai waktu kelahirannya, mereka juga berbeda pendapat yaitu, siang atau malam.
(Sejarah Hidup Muhammad, Husein Haekal)

Jadi waktu mana yang menurut beliau katakan memiliki keutamaan?

Dalil saudara yang saudara ambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Saya akan melengkapi hadits tersebut yang berbunyi sebagai berikut:

Dari Abu Qatadah Al Anshari, katanya Rasulullah saw ditanya orang tentang puasa hari Senin? Beliau menjawab: "Itu adalah hari kelahiranku dan hari senin itu Al Qur'an diturunkan kepadaku". (HR Muslim, Shahih Muslim No. 1132)

Apabila dalil itu saudara cantumkan juga untuk membenarkan perayaan maulid, itu sama sekali tidak ada kaitannya. Karena Nabi menurut hadits tersebut, menghargai, menghormati, dan mengagungkannya dengan cara berpuasa bukan dengan cara merayakan hari kelahirannya.

Bagaimanapun dalil yang saudara cari untuk membenarkan perayaan maulid baik itu hadits maupun Al Qur'an, tetap saja maulid adalah bid'ah dan fatwa yang diberikan untuk membenarkannya, itu hanyalah kebenaran yang dipelintir oleh sebahagian orang pintar untuk membenarkan keinginan dan prasangka yang telah menjadi tradisi yang jelas-jelas bukan dari agama Islam.

Al Qur'an menyebut kata bid'ah yang berarti mengada-adakan sesuatu yang baru hanya ada dua ayat:

Yang pertama, pernyataan Rasulullah Muhammad bahwa dirinya bukan rasul bid'ah di antara para rasul karena ajaran Al Qur'an yang beliau bawa adalah meneruskan dan memperbaiki yang dibawa oleh para rasul-rasul yang sebelumnya:

Katakanlah: "Aku bukanlah yang baru (bid'ah) di antara rasul-rasul. Dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadapmu. Tidaklah aku mengikuti melainkan apa yang telah diwahyukan kepadaku dan tidaklah aku melainkan seorang pemberi peringatan yang terang. (QS. 46 ayat 9)

Yang kedua, orang-orang Nasrani yang suka sekali membuat bid'ah, sehingga Rasululah Muhammad diutus untuk memperbaiki dan meluruskannya dari segala bid'ah, bukan malah kita sebagai umatnya mengikuti dan membuat-buat bid'ah di dalam agama seperti orang-orang Nasrani:

Kemudian Kami ikutkan atas jejak mereka dengan rasul-rasul Kami. Dan Kami ikutkan dengan Isa putra Maryam dan Kami telah memberikannya Injil dan Kami menjadikan di dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa kasih dan rahmat. Dan Rahbaniyyah yang mereka jadikan sebagai bid'ah mereka yang Kami tidak mewajibkannya atas mereka melainkan mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memimpinnya dengan sebenar-benar memimpinnya. Maka Kami memberikan orang-orang yang beriman dari mereka balasan mereka dan kebanyakan dari mereka orang yang fasik. (QS. 57 ayat 27)

Masihkah kita membenarkan perayaan maulid yang sudah jelas itu merupakan bid'ah yang disahkan dengan nama bid'ah hasanah seperti dalil-dalil yang digunakan oleh Paulus untuk memperhalus kata yang membuat pengertian umum menjadi pengertian khusus.
Sebagai catatan, istilah bid'ah hasanah digunakan oleh Umar dalam hal shalat taraweh, sesuatu yang tidak dilarang oleh dalil ijma' atau qiyas, dan juga tradisi yang dianggap baik yang tidak ada keterangannya di dalam hukum.
Tetapi seorang ulama besar; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam kitab Iqtidho bahwa: "TIDAK ADA BID'AH HASANAH"

Laa 'ilma lanaa illaa maa 'allamtanaa.

Anonim mengatakan...

Salaamun alaykum,

Selain maulid nabi, bagaimana tanggapan Anda tentang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha?

Saya mencari di Al Quran, dan hanya mendapatkan satu ayat yang benar-benar bicara tentang 'Id, yaitu ketika nabi Isa mendapatkan hidangan (5:114)

Maaf jika out of topic. Terima kasih atas tanggapannya.

-A Muslim-

Abi Fahd mengatakan...

Salam.

Ied itu artinya hari raya
alFithr itu adalah kasrush saumi yang artinya berbuka puasa.
Iedul Fithri itu artinya hari raya berbuka puasa atau bisa dikatakan merayakan selesainya puasa.
Tentang Ied memang cuma ada di surat 5 ayat 114. Ied hanyalah sebuah hari raya tradisi yang tidak diwajibkan. Tidak ada aturan tertentu yang mengharuskan untuk merayakannya, berbeda dengan shiyam (puasa) nya.
Apabila kita mengacu kepada ayat tersebut, ied itu adalah permintaan umat Rasulullah Isa, yang meminta hidangan untuk menjadi hari raya bagi mereka. Allah mengabulkan dengan syarat: bertaqwa kepada Allah. Dan ternyata taqwa itu salah satu jalannya adalah menjalankan shiyam (QS. 2 ayat 183). Kalimat "Awwalina wa akhirina" yang menyebabkan sampai saat ini umat muslim merayakannya.

Ied itu artinya hari raya.
al adhhaa itu adalah pengurbanan.
Seperti yang dijelaskan di atas, Ied hanyalah sebuah hari raya tradisi yang tidak diwajibkan. Tidak ada aturan tertentu yang mengharuskan untuk merayakannya. Berbeda dengan qurban (nahar)nya, itu memang diperintahkan berdasarkan QS. 108 ayat 1-3 dengan tata caranya diatur di dalam Al Qur'an (QS. 22 ayat 35-37). Qurban pernah dilakukan oleh putra Nabi Adam (QS. 5 ayat 27) dan Rasulullah Ibrahim (QS. 37 ayat 102-108). Mengenai kewajibannya sebenarnya tidak harus setahun sekali seperti yang kita anggap selama ini. Hal itu harus kita lakukan ketika kita mampu melakukannya dengan rezki yang kita miliki.
Allah memberikan kemudahan buat kita dan tidak menyusahkan. Anda mau melakukan setahun sekali, silahkan. Anda mau melakukan setiap saat juga silahkan. Di saat anda mampu, maka lakukan. Kalau ada yang mengatakan setahun sekali, lalu bagaimana dengan infak (QS. 2 ayat 3), zakat (QS. 2 ayat 110), berkata yang baik (QS. 2 ayat 83), Qiradh (QS. 73 ayat 20), dan lain-lain? Apakah juga setahun sekali?
Kecuali melakukan Shiyam, itu merupakan kewajiban yang dilakukan saat-saat tertentu karena memang tidak berpasangan dengan kata shalat.

Untuk renungan lihat Surat 64 ayat 16, 2 ayat 286.

Mengenai shalat sunatnya baik iedul fithri atau iedul adhaa, tidak ada keterangannya di dalam Al Qur'an. Kalau ada yang bilang ada, itu hanyalah diada-adakan apapun dalilnya.

Salam