16 Juni 2009

SHOLAT DI DALAM ALQURAN (bagian 3)

WAKTU-WAKTU SHALAT


Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, maka ingatlah Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring. Maka apabila kamu telah tenang, maka dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu adalah atas orang-orang yang beriman, satu kitab yang diwaktukan. (QS. 4 ayat 103)

Shalat ada yang diwaktukan

dan ada yang tidak diwaktukan. Shalat yang diwaktukan adalah shalat secara ritual yang disebut dengan tasbih. Shalat yang tidak diwaktukan adalah shalat secara aktual. Shalat secara aktual lebih banyak berhadapan dengan manusia sebagai pembuktikan dari shalat secara ritual. Contoh: Sabar ketika melakukan shalat ritual harus dibuktikan kesabaran itu ketika berhadapan dengan manusia hidup.
Shalat secara ritual (tasbih) dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Seperti yang sudah kita kenal selama ini dan sudah kita kerjakan; sehari semalam 5 waktu.
Banyak yang meremehkan Al Qur'an dengan mengatakan bahwa di dalam Al Qur'an tidak menjelaskan waktu-waktu shalat. Siapa bilang? Al Qur'an menjelaskan sesuatu yang terkecil dalam kehidupan kita, jadi tidak akan mungkin Al Qur'an meninggalkan hal yang besar seperti SHALAT.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tasbih adalah gerakan shalat, maka waktu-waktu tasbih adalah waktu-waktu shalat.
Sebelum kita mengkaji waktu-waktu shalat di dalam Al Qur'an, terlebih dahulu marilah kita melihat waktu-waktu yang kita sebut sebagai waktu shalat menurut ilmu falak (astronomi) yaitu:

Shubuh adalah tenggang waktu yang dimulai terbit fajar sampai matahari terbit.
Zhuhur adalah tenggang waktu yang dimulai sejak matahari meninggalkan titik kulminasi atas sampai panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan tinggi benda yang bersangkutan.
Ashar adalah tenggang waktu yang dimulai sejak panjang bayang-bayang suatu benda itu sama dengan tinggi benda yang bersangkutan sampai matahari terbenam.
Maghrib adalah tenggang waktu yang dimulai sejak matahari terbenam hingga hilang mega merah. Dikatakan terbenam apabila piringan atas matahari menyentuh ufuk mar'i. Dalam perhitungan kedudukan matahari pada awal waktu maghrib sekitar -1 derajat di bawah ufuk barat.
Isya adalah tenggang waktu setelah posisi matahari -18 derajat di bawah ufuk malam. Pada waktu semua benda-benda di lapangan terbuka tidak terlihat batas bentuknya dan bintang, baik yang bersinar terang maupun lemah sudah tampak. Kedudukan matahari.
Fajar kadzib adalah hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antar planet diekliptika dalam astronomi dikenal dengan nama zodical light.
Fajar Shadiq adalah munculnya cahaya di ufuk timur mulai terang menjelang pagi hari pada kedudukan matahari 20 derajat di bawah ufuk timur. Fajar Shadiq sebagai pertanda masuknya shubuh.


SHUBUH


Al Qur'an menyebut kata shubuh sebanyak 11 kali. Yaitu: QS. 54 ayat 38, 30 ayat 17, 11 ayat 81, 74 ayat 34, 81 ayat 18, 100 ayat 3, 15 ayat 66, 15 ayat 83, 37 ayat 137, 68 ayat 17, 68 ayat 21; tetapi tidak ada satupun yang menunjukkan kepada waktu shalat.
Yang ada di dalam Al Qur'an adalah waktu fajar. Apakah shubuh sama dengan waktu fajar?
Pada keterangan ilmu falak di atas, bahwa sebagai pertanda masuk shubuh adalah Fajar Shadiq. Dan Al Qur'an menjelaskan waktu itu sebagai Qur'an Fajar (bacaan pada waktu fajar).
Apabila kita mengatakan bahwa itu adalah shalat fajar, maka fajar ada dua waktu. Fajar kazhib waktu pembatas makan dan minum saat shiyam ramadhan (QS. 2 ayat 187) atau yang lebih dikenal dengan waktu imsak dan Fajar Shadiq sebagai pertanda masuknya waktu shubuh. Maka waktu yang tepat yang ditunjukkan oleh Al Qur'an adalah waktu shubuh.
Tergelincir matahari (Maghrib), gelap malam (Isya), dan Qur'an Fajar (Shubuh) (QS. 17 ayat 78)
Sore hari (ashar), shubuh, Isya, dan zhuhur. (QS. 30 ayat 17-18)
Shalat Fajar, Zhuhur, dan shalat 'Isya (QS. 24 ayat 58)


ZHUHUR


Tiga 'aurat yang Allah jelaskan di dalam satu ayat Al Qur'an yang harus dijaga adalah: Shalat Fajar, Zhuhur, dan shalat 'Isya.
Zhuhur tidak disebutkan kata shalat. Sehingga ada yang menghilangkan shalat zhuhur dengan mengatakan bahwa itu hanya waktu istirahat. Tetapi sebenarnya yang Allah sebutkan itu adalah tiga waktu shalat. Hanya saja ayat tersebut tidak menceritakan tentang waktu untuk melakukan shalat, tetapi menceritakan waktu shalat itu sebagai 'aurat yang harus dijaga. Bukankah shalat dan 'aurat sama-sama harus dijaga?
Mengucapkan pujian untuk Allah tidak akan pernah dibatasi waktunya kapan saja. Tetapi bertasbih (bergerak) dengan memuji Allah atau gerakan ritual shalat ada waktunya di antaranya:
Shalat Fajar, Zhuhur, dan shalat 'Isya (QS. 24 ayat 58).
Sore hari (ashar), shubuh, Isya, dan zhuhur. (QS. 30 ayat 17-18)


'ASHAR


Waktu 'ashar adalah pertengahan antara Zhuhur dan Maghrib. Allah menyebutkan waktu itu sebagai suatu sumpah (QS. 103 ayat 1) sama halnya dengan dengan Fajr (QS. 89 ayat 1).
Waktu 'Ashar nama lainnya adalah wustha (QS. 2 ayat 238). Wustha adalah berarti tengah. Shalat wustha adalah shalat pertengahan atau shalat yang kedudukannya ada di antara dua waktu yang saling berdekatan kita lihat menggunakan waktu di Indonesia. Mengenai tempat-tempat lain, silahkan menggali isi Al Qur'an dan tentukan waktunya :

1. Shubuh , jam 06, jam 07, jam 08, jam 09, jam 10, jam 11, Zhuhur, jam 13, jam 14, Ashar
2. Zhuhur, jam 13, jam 14, Ashar, jam 16, jam 17, Maghrib
3. 'Ashar, jam 16, jam 17, Maghrib, Isya
4. 'Isya, jam 20, jam 21, jam 22, jam 23, jam 24, jam 00, jam 01, jam 02, jam 03, jam 04, Shubuh, jam 06, jam 07, jam 08, jam 09, jam 10, jam 11, Zhuhur
5. Maghrib, 'Isya jam 20, jam 21, jam 22, jam 23, jam 24, jam 00, jam 01, jam 02, jam 03, jam 04, Shubuh.

Waktu ashar terletak di antara Zhuhur dan Maghrib dengan jarak sama-sama 3 jam. Dan nama lainnya adalah Shalat Wustha.
Sore hari (ashar), shubuh, Isya, dan zhuhur. (QS. 30 ayat 17-18)
Sebelum matahari terbit (Fajar), sebelum matahari terbenam ('Ashar), waktu malam ('Isya), dan tepi-tepi siang (Shubuh dan maghrib) (QS. 20 ayat 130)


MAGHRIB


Shalat maghrib adalah shalat yang dilakukan pada saat matahari terbenam. Pasangannya adalah shalat Shubuh yang dilakukan pada waktu matahari naik (terbit). (QS. 50 ayat 39, 20 ayat 130)
Tergelincir matahari (Maghrib), gelap malam (Isya), dan Qur'an Fajar (Shubuh) (QS. 17 ayat 78)
Dua tepi siang (shubuh dan maghrib) dan 'Isya (QS. 11 ayat 114)


'ISYA


Shalat 'Isya adalah shalat yang dilakukan setelah shalat maghrib.
Fajar (shubuh), Zhuhur, dan 'Isya (QS. 24 ayat 58)
Tergelincir matahari (Maghrib), gelap malam (Isya), dan Qur'an Fajar (Shubuh) (QS. 17 ayat 78)
Dua tepi siang (shubuh dan maghrib) dan 'Isya (QS. 11 ayat 114)
Sore hari (ashar), shubuh, Isya, dan zhuhur. (QS. 30 ayat 17-18)
Sebelum matahari terbit (Fajar), sebelum matahari terbenam ('Ashar), waktu malam ('Isya), dan tepi-tepi siang (Shubuh dan maghrib) (QS. 20 ayat 130)
Shalat Fajar, Zhuhur, dan shalat 'Isya (QS. 24 ayat 58)

Waktu-waktu yang saya ambil untuk perhitungan di atas saya sesuaikan dengan waktu di Indonesia (WIB), bagi yang berada di tempat lain, silahkan menyesuaikan waktunya.

Riwayat 50 waktu berubah menjadi 5 waktu karena melakukan penawaran membuktikan lemah sekali orang-orang Islam karena mereka tidak berdaya menerima perintah sebesar dan seberat itu dan memerlukan seorang Nabi lain (Musa) selain Nabi mereka (Muhammad) untuk mengetahui hal itu. Lain halnya dengan Imam mereka yaitu Nabi Ibrahim (QS. 2 ayat 131) yang dijadikan imam buat mereka (QS. 2 ayat 124).
Saya sering mendengar ketika perayaan bid'ah seperti perayaan Isra Mi'raj tiba, percakapan ibu-ibu atau bapak di kendaraan umum. Mereka bilang: "Untung ada Nabi Musa ya.. 50 waktu jadi 5 waktu. Kalau tidak ada, apa jadinya kita dengan shalat begitu banyaknya; kita tidak akan sempat berbuat apa-apa..
Shalat apakah sesuatu yang berat, sehingga beban kita merasa terangkat dengan berkurangnya 50 menjadi 5? Ternyata tanpa dijawab, faktanya membuktikan bahwa shalat adalah merupakan suatu beban. Karena setelah dikaji ternyata 5 waktu saja banyak yang dikorupsi. Kemungkinan kita akan gembira seandainya shalat itu bisa dikurangi waktunya atau malah dihilangkan sama sekali dengan alasan bahwa shalat adalah zikir (ingat) kepada Allah. Dengan melakukan zikir, kita tidak perlu lagi melakukan shalat secara ritual karena itu sudah cukup sebagai shalat. Dengan catatan, shalat ritual itu tidak penting. Apa iya demikian?


SHALAT DAN ZIKIR


Shalat ritual adalah suatu perbuatan hasan (bagus) yang dengan itu kita bisa mengendalikan bahkan menghilangkan sifat su' (buruk) dalam jiwa kita (QS. 11 ayat 114) tetapi bukan perbuatan birr (bakti) yang menaikkannya menjadi orang yang taqwa karena itu harus dilengkapi dengan perbuatan-perbuatan hasan (bagus) dan khair (baik) (QS. 2 ayat 177, 3 ayat 92, 16 ayat 30) . Di dalam shalat ritual, ada zikr yang artinya peringatan dan sebutan; mashdar dari kata zakara yang artinya mengingat atau menyebut. Tentang zikr nanti kita akan kaji pada postingan ZIKR.
Mengingat adalah untuk membuat kita bersyukur terhadap nikmat, berhati-hati terhadap adzabnya, dan membuat kita lebih dekat dengan-Nya dan menyebut adalah memanggil sebagai suatu seruan (du'a); karena tidak akan mungkin kita memohon sesuatu kepada Allah tanpa menyebut nama-Nya dan tidak akan mungkin kita menyebut nama Allah kalau tidak mengingat-Nya. Tetapi sayangnya, kebanyakan umat islam mengartikan zikir itu adalah banyak berteriak-teriak memanggil nama Allah daripada berfikir dan merenung di dalam jiwa tentang kebaikan dan kebesaran Allah sehingga kita mencari apa yang harus kita lakukan untuk mengisi hidup kita sebagai amal saleh agar dijauhkan dari azab Allah dan diberikan ampunan-Nya. Masa iya, Allah akan mengampuni kita dan memberikan jannah (surga) begitu saja dengan hanya berteriak-teriak memanggil-Nya?
Shalat adalah zikir, tetapi zikir bukanlah shalat. Dengan hanya mengingat dan menyebut tanpa diiringi oleh tasbih (gerakan) tertentu yang telah dicontohkan kepada kita, maka kita tidak disebut melakukan gerakan shalat (tasbih). Ada pemisahan antara shalat dan zikir (QS. 5 ayat 91)
Tidak dibenarkan kita hanya melakukan kebaikan-kebaikan tanpa melakukan tasbih (gerakan-gerakan ritual shalat) karena malaikat bertasbih sambil memuji Allah (ritual) dan memikul Arsy (aktual); dan tidak dibenarkan kita hanya melakukan tasbih tanpa melakukan kebaikan-kebaikan karena orang-orang yang benar dan taqwa adalah bukan cuma melaksanakan shalat (QS. 2 ayat 177)

Shalat pada hakekatnya adalah meminta restu kepada Allah atas semua nikmat yang kita terima dari Allah dan atas semua kebaikan-kebaikan yang kita kerjakan karena Allah.
Allah tidak meridhai rezki yang diberikan kepada kita apabila kita tidak meminta restu kepada-Nya dan mensyukuri segala nikmat-Nya. (QS. 39 ayat 70
Allah tidak akan mengakui semua amal kebaikan yang kita perbuat tanpa meminta restu kepada-Nya sebagai permohonan izin atas apa yang kita kerjakan.
Kerjakanlah semua shalat kita, baik secara ritual maupun aktual, pasti Allah akan meridhai dan memberikan keberkahan kepada kita (QS. 19 ayat 31, 55)


Pujian itu kepunyaan Allah!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salaamun alaykum,

Ini merupakan postingan yang menarik.

Saya ingin menanyakan kepada Anda lebih lanjut:
- Bacaan sholat seperti apa yang diajarkan dalam Al Quran.

Terima kasih atas tanggapannya.

-A Muslim-

Abi Fahd mengatakan...

Salam.

Terima kasih atas komentarnya. Mengenai bacaan shalat di dalam Al Qur'an, tidak ada aturan tertentu yang mengharuskan membaca ini atau membaca itu. Meskipun saya pernah menyusun tata cara shalat di dalam Al Qur'an beserta bacaannya yang ada di Al Qur'an, saya tetap berpedoman kepada Surat 73 ayat 20: "Maka bacalah yang mudah dari Al Qur'an".
Yang terpenting adalah, kita mengerti apa yang kita baca (Surat 4 ayat 43)

Salam.