31 Juli 2009

KEMATIAN, ALAM BARZAKH, DAN SIKSA KUBUR

Jannah atau surga adalah tempat terbaik di kampung akhirat. Untuk mendapatkan atau bisa masuk ke sana, harus melalui kematian. Sayangnya manusia tidak berharap kematian, mereka ingin berumur panjang sampai seribu tahun.

Mereka takut dengan dosa-dosa mereka dan ada yang berharap dengan diberikan umur panjang, mereka akan bisa memperbaiki diri dan menghapus dosa-dosa mereka. Padahal menurut Al Qur’an, umur panjang tidak menjauhkan dari siksa Allah bahkan menambah dosa dan kesesatan. Seperti pernyataan ayat Al Qur’an di bawah ini:

Katakanlah: “Jika kampung akhirat di sisi Allah itu adalah untukmu bukan orang lain, maka inginilah kematian itu jika kamu adalah orang-orang yang benar.
Dan mereka tidak akan menginginkannya selama-lamanya karena apa yang telah diusahakan oleh tangan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zhalim
Dan sungguh engkau akan mendapati mereka orang yang paling berharap atas kehidupan dan di antara orang-orang musyrik; salah seorang dari mereka menginginkan dipanjangkan umur seribu tahun, dan dia tidak dapat menjauhkan dirinya dari azab karena dipanjangkan umurnya. Dan Allah Maha Melihat dengan apa yang mereka kerjakan. (QS. 2 ayat 94-96)

Siapapun ingin, Allah memberikannya umur yang panjang. Tidak ada satupun orang yang berharap bertemu dengan kematian. Ada orang yang sakit bertahun-tahun dan mencoba berobat kesana kemari karena dia ingin sembuh dan takut dengan kematian, tetapi apapun usahanya untuk menjauhi kematian, tetap saja ketika ajalnya datang, kematian akan datang kepada mereka.

Setiap jiwa merasakan kematian dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah, kepada Kami kamu akan dikembalikan. (QS. 21 ayat 35)

Katakanlah: “Malaikat kematian yang diserahkan kepadamu akan mewafatkanmu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Rabbmu.” (QS. 31 ayat 11)

Di mana saja kamu berada, kematian akan mengikutimu, walaupun kamu berada di bintang-bintang yang tinggi…(QS. 4 ayat 78)

Kematian bukanlah hal yang perlu ditakuti dan dicari atau dipaksakan untuk datang. Karena ia akan datang tanpa diundang. Hanya saja datangnya kematian nanti terbagi dua, yaitu: kematian yang datang dengan cara baik-baik dan kematian yang datang datang dengan cara paksa
Kematian yang datang dengan cara baik-baik adalah para malakal maut (malaikat kematian) mencabut jiwa seseorang dengan tersenyum dan mengucapkan salam. Kematian ini dialami oleh orang-orang yang bertaqwa (QS. 16 ayat 30-31).
Kematian yang datang dengan cara tidak baik atau dengan cara paksa adalah para malakal maut mencabut jiwa seseorang dengan memukul muka dan punggung. Kematian ini akan dialami oleh orang-orang yang munafik dan orang-orang yang kafir. (QS. 8 ayat 49-50, QS. 47 ayat 27-28).
Kematian adalah taqdir dan caranya mati adalah nasib. Taqdir tidak bisa dirubah, tetapi nasib bisa dirubah. Waktu kematian tidak bisa diundur tetapi bagaimana dia akan menghadapi kematian tergantung bagaimana dia merubah nasibnya sendiri. Kalau dia ingin mati dalam keadaan baik, maka dia harus menjadi orang yang bertaqwa, tetapi kalau dia munafik dan kafir, maka kematian akan datang dengan cara yang tidak baik.
Lalu bagaimana dengan orang yang bunuh diri. Apakah dia mendahului waktunya? Tidak. Kematian yang dia alami adalah kematian yang memang sudah ajalnya. Namun dia memilih nasibnya menjadi orang yang kafir dengan berputus asa terhadap rahmat Allah (QS. 12 ayat 87). Sehingga dia mengalami kematian yang buruk.

APAKAH ADA ARWAH GENTAYANGAN / ARWAH PENASARAN

Hampir setiap orang mempercayai adanya arwah yang gentayangan. Terutama apabila orang itu mati dalam keadaan yang tidak wajar seperti kecelakaan, terbunuh, bunuh diri, dan sebagainya. Apalagi yang mati itu mempunyai sesuatu yang belum diselesaikan. Apakah memang benar seperti demikian?
Keyakinan bahwa arwah itu gentayangan atau penasaran adalah kepercayaan animisme, hindu, dan Budha. Kepercayaan mereka adalah bahwa apabila seseorang meninggal dunia maka ruhnya akan kembali pada malam hari ke rumah mengunjungi keluarganya, jika dalam rumah itu tidak ada orang-orang berkumpul dan mengadakan upacara-upacara sesaji, ruh orang mati tadi akan marah dan merasuki jasad orang yang hidup dari keluarganya. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar kumpul-kumpul. Hal semacam itu dilakukan pada malam pertama kematian, malam ketiga, ketujuh, keseratus, satu tahun, dua tahun, dan malam keseribu.
Di dalam Al Qur’an tidak menerangkan bahwa ada roh-roh (arwah) yang gentayangan. Baik yang mati dalam keadaan baik maupun dalam keadaan buruk. Tidak ada arwah para Nabi, orang shaleh, maupun para wali yang dianggap sakti sekalipun yang gentayangan ke sana kemari di langit maupun di bumi kecuali tempatnya berada di dalam genggaman Allah.

Allah mewafatkan jiwa ketika matinya dan yang belum mati di dalam tidurnya. Lalu Dia menahan yang Dia telah tetapkan kematian itu atasnya dan melepaskan yang lain hingga batas waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ayat-ayat bagi kaum yang berfikir (QS. 39 ayat 42)

Orang yang sudah mati, jiwanya akan ditahan oleh Allah dan tidak akan dilepaskan dengan alasan apapun juga hingga hari berbangkit. Bukan seorang muslim yang masih meyakini bahwa ruh-ruh itu akan bergentayangan meskipun itu adalah ruh-ruh para Nabi seperti kepercayaan kita selama ini yaitu: Nabi Muhammad datang ke tengah-tengah kita, Nabi Musa serta nabi-nabi lain berkeliaran di langit 1, 2, 3 sampai tujuh (dalam khurafat isra dan mi’raj), dan Nabi Isa akan turun nanti pada akhir zaman. Kepercayaan-kepercayaan itu bukanlah dari Islam melainkan Animisme. Dengan mempercayai seperti itu, berarti kita akan mengatakan bahwa Allah tidak sesuai dengan apa yang Dia katakan di dalam kitabNya tentang jiwa orang yang mati telah Dia tahan sampai hari berbangkit atau kita akan mengatakan bahwa pertahanan Allah sudah jebol sehingga para ruh bergentayangan mengendalikan kehidupan seperti: mencelakakan dan menolong orang yang hidup.
Tidak ada izin bagi ruh siapapun untuk berkeliaran kecuali iblis yang memang hidup hingga saat ini untuk menyesatkan manusia dengan wujud syetan-syetan. Penampakan-penampakan arwah yang selama ini kita yakini bahwa itu ruh seseorang, sebenarnya adalah para syetan-syetan yang menghembuskan prasangka di dalam pemikiran manusia. Prasangka yang telah dibuat oleh orang-orang zaman dahulu tentang arwah dan penampakan wajah syetan. Prasangka itu dibenarkan oleh iblis (berwujud syetan).

Dari kejahatan bisikan-bisikan yang bersembunyi,
Yang membisikan ke dalam dada manusia,
Dari bangsa jin dan manusia (QS. 114 ayat 4-6)

Dan sesungguhnya benar-benar iblis telah membenarkan prasangkanya atas mereka, lalu mereka mengikutinya kecuali segolongan dari orang-orang yang beriman. (QS. 34 ayat 20)

Dan mereka menjadikan satu nasab (hubungan) antara Allah dan jin. Dan sesungguhnya benar-benar jin itu mengetahui bahwa mereka akan dihadirkan di neraka (QS. 37 ayat 158)

Banyak orang yang meminta pertolongan dengan arwah. Padahal mereka bukanlah meminta pertolongan dengan Arwah, atau arwah memberikan pertolongan kepada mereka, tetapi jin lah yang mereka mintai tolong dan memberikan pertolongan.

Dan sesungguhnya ada beberapa laki-laki dari bangsa manusia meminta perlindungan dengan laki-laki dari bangsa jin, maka jin-jin itu tidak menambah kepada mereka melainkan kedurhakaan (QS. 72 ayat 6)

RUWAHAN

Ada sebuah tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan oleh umat islam, yaitu “TRADISI RUWAHAN”. Tradisi ini dilakukan ketika menjelang masuk Ramadhan atau satu bulan sebelum Ramadhan. Ramadhan adalah bulan ke-9 pada bulan Hijriah, dan sebelum bulan Ramadhan adalah bulan Sya’ban yang lebih dikenal oleh orang-orang Jawa sebagai bulan Ruwah.
Bulan Ruwah adalah bulan ke-7 pada kalender Jawa yang dibuat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dengan menggabungkan kalender Hijriyah dengan Saka. Ruwah memiliki akar kata “ruh” dan jamaknya adalah “arwah”. Berdasarkan arti kata inilah bulan Ruwah dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para arwah. Tradisi ruwahan yang dibuat adalah semacam upacara untuk mengenang dan mendoakan para leluhur atau orang-orang yang sudah mati. Tradisi ini awalnya bernama “Sadranan” atau “nyadran”. Sadranan mempunyai akar kata “sradha”. Srada merupakan tradisi yang dibuat oleh Tribuana Tungga Dewi raja ke-3 Majapahit untuk melakukan doa kepada ibunda Gayatri dan roh-roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jago. Untuk persiapan ini, mereka mempersiapkan aneka makanan untuk dipersembahkan kepada para dewa. Kemudian tradisi ini dilanjutkan oleh Prabu Hayam Wuruk dan menjadi suatu turats (tradisi) turun temurun.
Pada masa penyebaran Islam, oleh wali songo untuk menarik masyarakat memeluk Islam, tradisi itu tidak dibuang hanya dirubah beberapa hal diantaranya adalah: sajian untuk para dewa diberikan untuk orang-orang miskin, mantera-mantera dirubah menjadi pembacaan ayat-ayat Al Qur’an dan doa-doa berbahasa Arab, dan menyebut tradisi itu dengan nama “Ruwahan”. Cara yang diambil oleh para wali songo adalah sinkretisme di dalam agama islam. Sadranan atau Ruwahan yang merupakan tradisi hindu dijadikan sebagai tradisi Islam yang telah disinkritisasi dengan tujuan awal supaya Islam bisa diterima di Indonesia. Ini mengingatkan saya pada cara yang diambil oleh Konstantin dan umat Kristen katholik dengan mengadopsi 25 Desember kelahiran dewa mitranya pagan polytheisme sebagai natalnya Yesus dalam rangka penyebaran agama Kristen Katolik agar bisa diterima oleh orang romawi dan sinkretisasi pada kesepakatan Hindu dan Budha yang cenderung bersifat Tantra (Tantrayana) ketika memasuki Indonesia (periode Jawa Timur) yang tercermin pada penggambaran arca-arcanya dan juga teks-teks sastranya dan pemikiran tentang kebenaran tertinggi yang cenderung saling mempengaruhi. Kepercayaan keagamaan yang dianut oleh para elit kerajaan diupayakan untuk dianut oleh rakyatnya. Ini dapat dilihat dalam prasasti-prasasti yang memuat penetapan Sima. Pada Masa Mataram, dari 104 prasasti tentang Sima, 73 di antaranya berkaitan dengan bangunan suci, umumnya kewajiban untuk memelihara bangunan suci yang sudah ada. Mengenai latar belakang keagamaan bangunan tersebut umumnya tidak disebutkan. Seperti halnya sinkretisme hindu budha, aliran tantrayanapun diadopsi di dalam Islam yaitu upacara kematian dengan mengadakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun, dan seribu hari seperti yang dikenal dengan nama haulan atau haul.
Masih banyak hal-hal yang dilakukan umat Islam di Indonesia khususnya masyarakat Jawa yang sebahagian masih kuat tradisi animisme dan dinamisme hindu budhanya. Tradisi-tradisi yang demikian itu di dalam Islam disebut Bid’ah.

ALAM BARZAKH

Alam Barzakh yang sering disebut-sebut oleh kebanyakan orang sebagai alam kubur adalah bukan alam.
Barzakh dan kubur kedua-duanya mempunyai makna yang berbeda. Barzakh secara etimologi berarti dinding, sekat untuk membatasi benda. Kubur adalah kuburan (al madpan) atau lubang di tanah tempat menanam orang yang mati. Itu
Ada tiga ayat yang menyebutkan tentang “Barzakh” yaitu:

QS. 23 ayat 99-100

Sehingga apabila datang kematian itu kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbku kembalikanlah aku,
Agar aku beramal saleh pada apa yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak, sesungguhnya itu adalah sebuah kalimat yang Dia katakannya. Di hadapan mereka sebuah barzakh sampai hari mereka akan dibangkitkan.

QS. 25 ayat 53

Dan Dia yang mencampurkan dua lautan; ini tawar lagi segar dan ini asin lagi pahit. Dan Dia menjadikan di antara keduanya barzakh dan batas yang menghalangi.

QS. 55 ayat 19-20

Dia mencampurkan dua lautan saling bertemu,
di antara keduanya ada barzakh yang tidak akan dicapai oleh keduanya.

Menurut ayat pertama menjelaskan bahwa barzakh itu bukanlah alam melainkan pembatas dua alam yang tidak berwujud dan kuburan adalah tempat atau ruang untuk menanam orang yang telah melewati barzakh itu atau orang yang telah mati. Jadi tidak sama antara barzakh dengan kubur / kuburan.
Ketika orang itu menghadapi kematian, maka di hadapannya ada barzakh (pembatas / dinding) sampai hari kelak dia akan dibangkitkan. Dia belum mati, tetapi akan mati. Di saat dia menghadapi kematian itu, dia meminta untuk dikembalikan untuk bertaubat dan mengerjakan amal saleh. Tetapi Allah mengatakan bahwa apa yang dia katakan itu hanya sebatas perkataan yang ingin dia katakan karena di hadapannya ada barzakh antara kehidupan dan kematian atau dunia dan akhirat.
Lautan pada ayat kedua dan ketiga di atas juga mempunyai barzakh yaitu pembatas dua rasa air laut yang tidak mempunyai ruang hanya seperti sebuah membran. Dua rasa air laut tidak bisa saling mencapai atau bercampur meskipun berdampingan. (Barzakh pada lautan yang pernah ditemukan oleh Mr.Jacques Yves Costeau, seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis yang membuat kekagumannya terhadap keajaiban di lautan itu sehingga masuk Islam)
Seperti itulah barzakh, meskipun berdampingan di bumi antara kehidupan dan kematian, tetap saja mereka tidak bisa saling mencapai hingga hari kiamat atau hari kebangkitan. Apabila seseorang itu telah melewati barzakh dan terkubur di tanah, maka dia tidak akan bisa mengunjungi orang yang hidup ataupun orang yang hidup tidak bisa memberikan sesuatu untuk orang yang mati. Berbeda dengan khurafat yang diyakini selama ini, bahwa arwah orang mati akan berkunjung ke rumah keluarganya yang hidup atau bergentayangan di alam kehidupan dan orang yang hidup bisa memberikan sesuatu buat yang mati, baik itu madiyah (materil) berbentuk sajian / makanan maupun maknawiyah (sprituil) berbentuk doa.

ALAM KUBUR

Arti alam di antaranya adalah lingkungan kehidupan. Kalau makna dari kuburan adalah tempat menanam orang yang mati, maka kuburan tidak bisa disebut alam, karena tidak ada kehidupan di sana. Terkecuali kehidupan alami yang hidup di tanah seperti tumbuhan dan hewan, tetapi mereka tidak disebut penghuni kuburan karena mereka mahluk hidup.
Menurut kepercayaan orang Islam, bahwa setiap orang yang meninggal, maka tujuh langkah yang mengantarnya pulang, malaikat akan mendatanginya dan mengadakan dialog dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah dibocorkan di dunia. Kalau dia bisa menjawab dia akan selamat dan apabila tidak, dia akan disiksa. Apakah benar demikian?
Ada 8 ayat tentang kubur di dalam Al Qur’an yaitu:

QS. 80 ayat 21

Kemudian Dia mematikannya, lalu menguburkannya

QS. 9 ayat 84

Dan janganlah engkau memberi restu dan dukungan atas seorang dari mereka yang mati selamanya, dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka kafir dengan Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati sedang mereka fasik.

QS. 22 ayat 6-7

Yang demikian itu dengan sesungguhnya Allah adalah benar dan sesungguhnya Dia yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Dia atas tiap-tiap sesuatu berkuasa,
dan sesungguhnya sa’at (kiamat) itu pasti akan datang, tidak ada keraguan padanya; dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan orang yang ada di dalam kubur.

QS. 35 ayat 22

Dan tidak sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sesungguhnya Allah membuat mendengar siapa yang dia mau. Dan engkau tidak dapat menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.

QS. 60 ayat 13

Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu jadikan pemimpin suatu kaum yang Allah murkai atas mereka, sesungguhnya mereka telah berputus asa tentang akhirat sebagaimana orang yang kafir berputus asa tentang penghuni kubur.

QS. 82 ayat 4

Dan apabila kubur-kubur dikeluarkan

QS. 100 ayat 9

Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dikeluarkan apa yang ada di dalam kubur

QS. 102 ayat 2

Sehingga kamu mengisi kuburan

Ayat-ayat di atas tidak ada satupun yang menyatakan akan ada siksa kubur atau kebangkitan di dalam kubur. Apalagi ada dua orang malaikat bertanya di dalam kubur, itu tidak ada sama sekali. Malaikat yang ada disebutkanoleh Al Qur'an adalah: dua orang malaikat pencatat amal (Raqib dan ‘Atid), pencabut nyawa, peniup sangkakala dan setelah dibangkitkan, dua orang malaikat datang bersamanya (Saa’iq, dan Syahid) (QS. 50 ayat 16-21), Zibril, Mika’il (QS. 2 ayat 98), Malik (QS. 43 ayat 77), penjaga jannah (surga) (QS. 39 ayat 73) dan lain-lain.
Ada sekitar 89 ayat. tentang malaikat, tetapi tidak ada satupun yang menjelaskan tentang ada malaikat yang bertanya di dalam kubur. Ini membuktikan bahwa itu hanyalah khurafat orang-orang Yahudi yang dibuat untuk mencampuradukkan yang hak dan yang bathil sehingga umat Islam jauh dari kebenaran Al Qur’an. Apabila ada hal-hal ganjil terjadi seperti yang kita lihat atau kita dengar tentang orang yang sudah mati, itu hanyalah fitnah untuk menguji orang yang hidup (QS. 21 ayat 35) dan bisa disebut sebagai “azabal adna” atau siksa yang dekat / dunia bukan “‘azabal qubur” atau siksa kubur. (QS. 32 ayat 21)

TIDAK ADA SATUPUN AYAT AL QUR’AN MENJELASKAN TENTANG SIKSA KUBUR

Ada sebuah blog yang membahas tentang siksa kubur untuk menyangkal penjelasan dari salah seorang pendukung Hizbut Tahir tentang ketidak adaannya siksa kubur. Demikian sedikit kutipan tulisannya:

Suatu saat kami menemukan dari salah satu blog milik pendukung Hizbut Tahrir. Seperti ini komentarnya:
“Bila kandungan isi hadits itu berhubungan dengan masalah ‘aqidah, misalnya tentang siksa kubur, maka kita tidak boleh menyakini adanya siksa kubur tersebut dengan keyakinan 100%. Sebab, derajat kebenaran yang dikandung oleh hadits ahad tidak sampai 100%.”
Inilah di antara aqidah menyimpang Hizbut Tahrir. Mereka tidak meyakini adanya siksa kubur. Mereka beralasan bahwa riwayat mengenai siksa kubur hanya berasal dari hadits Ahad, sedangkan hadits Ahad hanya bersifat zhon (sangkaan semata). Padahal aqidah harus dibangun di atas dalil qoth’i dan harus berasal dari riwayat mutawatir. Itulah keyakinan mereka.
Sekarang yang kami pertanyakan, “Apakah betul riwayat mengenai siksa kubur tidak mutawatir dan hanya berasal dari hadits Ahad?” Juga yang kami tanyakan, “Apakah pembicaraan mengenai siksa kubur juga tidak ada dalam Al Qur’an?”
Pada tulisan singkat kali ini, kami akan membuktikan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur sebenarnya disebutkan pula dalam Al Qur’an. Sehingga dengan sangat pasti kita dapat katakan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur adalah mutawatir karena riwayat Al Qur’an adalah mutawatir dan bukan Ahad. dst….

Itulah sedikit kutipan awal tulisan pada blog tersebut. Penulisnya menjadikan beberapa ayat Al Qur’an untuk dijadikan dasar adanya dongeng tentang siksa kubur. Ayat-ayat itu adalah:
QS. 40 ayat 45-46
QS. 20 ayat 124 - QS. 6 ayat 93, QS. 8 ayat 50, QS. 14 ayat 27


QS. 40 AYAT 45-46

Ayat tersebut diartikan oleh penulisnya sebagai berikut,

“Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”

dan dijadikan dalil untuk menguatkan tentang adanya siksa kubur dengan dalil dari Al Qurthubi yang mengatakan bahwa: “Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini tentang adanya siksa kubur….
Sebagian? Lalu kemana lagi sebagian?
As syaukani pun sama. Dengan memberikan pendapatnya sendiri tanpa disertai ayat-ayat Al Qur’an lain yang menguatkan.
Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’I mengatakan: “Para ulama Syafi’iyyah berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur…” Hanya para ‘ulama Syafi’iyyah? Lalu bagaimana yang bukan ‘ulama Syafi’iyyah?
Kalau Ibnu Katsir mengatakan bahwa pokok terbesar Aqidah ahlus sunnah wal Jamaah menjadikan ayat itu untuk dalil adanya siksa kubur, lalu bagaimana dengan aqidah ‘ulama Hizbut Tahir tentang ayat itu yang juga berdalil dengan sunnah?
Sebahagian ulama (di antaranya syafi’iyyah) berpendapat bahwa ayat itu membagi siksa menjadi dua, siksa kubur dengan dasar bunyi ayat “pagi dan petang” serta siksa neraka nanti dengan dasar bunyi ayat “dan pada hari terjadinya kiamat…”.
Namun, apapun dalil yang dipakai (termasuk ayat itu) untuk menguatkan tentang adanya siksa kubur tetap saja ayat Al Qur’an tidak menjelaskan tentang keberadaannya. Kalaupun terlihat ada, itu hanyalah pelintiran para ahli khurafat dan ahli bid’ah saja yang mengatasnamakan Al Qur’an.
Apakah ayat itu menjelaskan tentang siksa kubur? Mari kita kaji!

“….dan Fir’aun serta keluarganya dikepung oleh siksa yang buruk, (yaitu) neraka yang mereka akan dihadapkan atasnya pada waktu pagi dan petang dan pada hari saat itu terjadi, “Masukkanlah keluarga Fir’aun ke siksa yang paling besar”.

As sa’at yang disebutkan pada ayat itu diartikan hari kiamat. Padahal sebanyak 42 ayat dan 48 kali disebutkan kata As sa’at, tidak semuanya berhubungan dengan hari kiamat. Contoh: QS. 7 ayat 34, 9 ayat 117, 10 ayat 45, 10 ayat 49, 16 ayat 61, dan masih banyak lagi. Meskipun dihubungkan dengan hari kiamat, secara lughat, sa’at lebih tepat diartikan sebagai sa’at atau waktu. Sa’atun (isim nakirah) artinya satu saat / sesaat atau satu waktu atau sewaktu dan As sa’at (isim ma’rifat) diartikan saat itu atau waktu itu.
Ayat tersebut (QS. 40 ayat 45-46) tidak menceritakan tentang azab (siksa) kubur, melainkan tentang siksa neraka yang kelak akan dihadapkan kepada Fir’aun dan keluarga (pengikut) nya setiap pagi dan petang dan pada saat itu terjadi, mereka dipaksa untuk masuk ke dalam neraka.

QS. 20 AYAT 124

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thahaa: 124)

Ayat inipun dijadikan dalil untuk membenarkan adanya siksa kubur. Bagaimana bisa? Apakah kalimat “ma’isyatan dhankan” yang artinya penghidupan yang sempit akan diartikan sebagai siksaan di dalam kuburan?
Coba simak ayat-ayat di bawah ini yang menceritakan tentang “ma’isyah”:

Dan sesungguhnya benar-benar Kami telah menempatkan kamu di muka bumi dan Kami telah menjadikan untukmu penghidupan-penghidupan di dalamnya. Sedikit sekali kamu yang bersyukur (QS. 7 ayat 10)

Dan Kami menjadikan siang itu penghidupan (QS. 78 ayat 11)

Dan Kami telah menjadikan penghidupan-penghidupan untukmu di dalamnya dan untuk mahluk yang sekali-kali bukanlah kamu yang memberikan rezki untuknya. (QS. 15 ayat 20)

Dan berapa banyaknya Kami telah membinasakan negeri yang tidak mensyukuri penghidupannya. Maka itulah tempat tinggal mereka yang tidak didiami (lagi) sesudah mereka. Dan Kami adalah yang mewarisi. (QS. 28 ayat 58)

Apakah mereka membagi-bagi rahmat Rabb engkau? Kamilah yang membagi-bagi di antara mereka penghidupan mereka di dalam kehidupan dunia, dan Kami meninggikan satu derajat sebahagian mereka di atas sebahagian yang lain supaya sebahagian mereka mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabb engkau lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. 43 ayat 32)

Penghidupan yang dimaksud ayat di atas (QS. 20 ayat 124), adalah penghidupan dunia di atas bumi sebagai manusia normal pada kehidupan pertama ketika ruh Allah tiupkan ke dalam tubuh setelah penciptaan sempurna (QS. 32 ayat 9, 15 ayat 29). Setelah Allah matikan, lalu kita dihidupkan kembali dan apabila masuk ke dalam jannah (surga), maka Allah akan memberikan penghidupan yang menyenangkan (QS. 69 ayat 21, 101 ayat 7)

QS. 6 AYAT 93

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am: 93)

Ayat ini juga dijadikan dalil untuk membenarkan adanya siksa dan pembicaraan di dalam kuburan. Saya akan melengkapi ayatnya dan menterjemahkan sesuai dengan lughatnya untuk memberikan pengertian yang jelas bukan Cuma sekedar prasangka yang tidak jelas.

Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-buat kedustaan atas (nama) Allah atau dia berkata: “Telah diwahyukan kepadaku”, padahal tidak diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Kelak aku akan menurunkan seperti apa yang Allah turunkan”. Dan sekiranya engkau melihat ketika orang-orang zhalim di dalam kesengsaraan (menghadapi) kematian dan malaikat memukul tangan mereka: “Keluarkan jiwa (nyawa) mu. Pada hari itu kamu akan dibalasi dengan azab menghinakan karena kamu berkata atas Allah selain kebenaran (Al Qur’an) dan kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. 6 ayat 93)

Ayat di atas dijadikan dalil sebagai siksa kubur, padahal tidak berhubungan dengan siksa kubur tetapi berhubungan dengan apa yang disebut dengan sakaratul maut (QS. 50 ayat 19) nya orang-orang yang membuat-buat dusta atas nama Allah dengan dalil Al Qur’an padahal tidak ada satupun ayat Al Qur’an mewahyukan hal seperti itu. Di sana ada perkataan malaikat “Keluarkan jiwamu” berarti malaikat sedang mencabut nyawa seseorang dengan paksa bukan membangunkan seseorang di dalam kuburan kemudian memaksa nyawanya untuk keluar kembali. Dan siksa yang dialaminya dengan kalimat: “Pada hari itu” menceritakan ghamaratil maut (kesengsaraan kematian) ketika malaikat mencabut nyawa seorang atau istilahnya su’ul khatimah (mati dalam keadaan buruk) bukan siksaan di dalam kuburan. Dan satu lagi yang harus dikoreksi adalah kalimat “Di hari ini” pada terjemahan di atas adalah seharusnya “Pada / di hari itu”. Mengapa? Karena pada ayat tersebut, Allah yang berbicara menjelaskan kematian orang yang zhalim dan bagaimana cara malaikat mencabutnya. Lalu menunjukkan keadaan itu kepada kita dengan mengatakan “Pada hari itu”)

QS. 8 AYAT 50

“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata) : “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (QS. Al Anfal: 50)

Sama seperti halnya ayat-ayat di atas, ayat inipun menceritakan sakaratul maut bukan siksa kubur seperti yang di klaim oleh sebagian ‘ulama. Kalaupun ada kalimat “Rasakanlah azab yang membakar”, itu adalah perkataan malaikat kepada orang yang sedang menghadapi kematian bahwa kelak dia akan dibakar di api neraka. Seperti seorang anak yang melakukan kenakalan, lalu diajak pulang sama kakaknya sambil dijewer, lalu kakaknya bilang: “Rasakan hukuman pukulan ibu!” Hukuman pada anak nakal itu tidak terjadi saat dia melanggar, atau ketika dijemput pulang oleh kakaknya sambil dijewer, melainkan nanti setelah pulang ke rumah bertemu dengan ibunya. Tetapi perkataan itu telah disampaikan oleh yang menjemputnya dengan cara tidak baik sebagai suatu ancaman buat anak nakal tersebut. Kematian yang burukpun dijelaskan di Surat 47 ayat 27-28.
Kebalikan ayat-ayat di atas yang menceritakan tentang kematian yang buruk, ada juga kematian yang baik, yang berujung kabar gembira di saat malaikat menjemputnya.

Orang-orang yang malaikat mewafatkan mereka dengan cara yang baik; para malaikat berkata: “Salam atas kamu, masuklah ke jannah (surga) karena apa yang kamu kerjakan”. (QS. 16 ayat 32)

Orang yang mati dalam keadaan baik, dijemput oleh malaikat dengan baik-baik dengan tidak dijewer (baca “dipukul”), malaikat mengatakan “Masuklah ke surga” sebagai kabar gembira buat orang tersebut. Balasan itu (surga) tidak diberikan saat orang itu taqwa, saat malaikat menjemputnya, melainkan nanti setelah di alam akhirat.

QS. 52 ayat 45-47

“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

Siksa pada ayat itu yang berhubungan dengan siksaan di dunia di terjemahkan sebagai azab kubur dengan kalimat: “Ayat ini juga bisa bermakna siksa bagi mereka di alam barzakh (alam kubur). Inilah pendapat yang lebih tepat. Karena kebanyakan dari mereka mati, namun tidak disiksa di dunia. (kesimpulan Ibnu Abil ‘Izz).

Siksa itu terbagi dua (QS. 32 ayat 21):
1. Siksa dunia (‘azabal adna)
2. Siksa akhirat (‘adzabal akhirat)

Kata siksa itu sendiri sesuai dengan pemahaman kita dalam kehidupan dapat berupa arti secara hakiki (sebenarnya) ataupun majazi (kiasan). Siksa tidak harus selalu terjadi secara fisik (jasmani) tetapi juga psikis (jiwa). Kalau siksa pada orang yang berdosa tidak datang secara fisik, maka dia akan datang secara psikis. Contoh: ketakutan, kecemasan, keputusasaan, dan lain-lain. Hal seperti itupun pernah terjadi pada setiap orang yang melakukan perbuatan dosa. Jadi ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan azab / siksa kubur.

QS. 14 AYAT 27

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Al Baroo’ bin ‘Aazib mengatakan, “Ayat ini turun untuk menjelaskan adanya siksa kubur.” Apa dasar yang dipakai pada pernyataan di atas sehingga dijadikan dalil untuk membenarkan adanya siksa kubur?
Ayat di atas menceritakan tentang kalimat thayyibah. Kalimat secara lughat bahasa Arab artinya kata atau perkataan dan dalam lughat Indonesia artinya kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tentunya kalimat thayyibah yang dimaksud adalah perkataan yang baik yang kita ucapkan setiap saat ketika kita berbicara; baik itu ditujukan buat diri sendiri, maupun buat orang lain. Dan kalimat itu akan berbuah baik, seperti pernyataan Allah:

“..kepada-Nya naik kalimat thayyibah (perkataan yang baik) dan amal saleh meninggikannya. (QS. 58 ayat 11)

Kita diperintahkan untuk mengkaji Al Qur’an dan berlapang dada atasnya. Setelah itu diperintahkan untuk mewujudkan hablum minannas dengan cara mengucapkan perkataan yang baik (kalimat thayyibah) dan berbuat baik (amal saleh) kepada orang lain. Perkataan yang baik itu akan membuat kita terhormat dan amal saleh akan membuat kita menjadi orang yang lebih tinggi lagi. Perkataan yang baik itu akan meneguhkan kita baik di dunia maupun di akhirat. Baik untuk yang mengatakan maupun untuk yang mendengarkan. Dan sekali lagi ayat di atas itu (QS. 14 ayat 27) tidak berhubungan dengan azab / siksa kubur, melainkan berkenaan dengan akhlakul karimah yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Dalil suatu perbuatan yangb dihubungkan dengan ibadah itu harus qathi (pasti), bukan zhan (prasangka). Satu-satunya jalan adalah mengembalikannya kepada Al Qur’an agar kita bisa membedakan mana yang hak dan mana yang bathil dan bukan malah mencampurkannya.

MATI DUA KALI, HIDUP DUA KALI

Bagaimanakah kamu kafir dengan Allah padahal kamu dahulunya mati, lalu Dia menghidupkanmu. Kemudian Dia mematikanmu, kemudian menghidupkanmu; kemudian kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (QS. 2 ayat 28)

Mereka berkata: “Ya Rabb kami, engkau telah mematikan kami dua kali dan menghidupkan kami dua kali, lalu kami mengakui kesalahan-kesalahan kami. Maka adakah jalan keluar? (QS. 40 ayat 11)

Manusia hanya mengalami dua kehidupan dan dua kematian. Kematian pertama telah dialaminya saat dia belum berbentuk sesuatu yang dapat diingat / disebut dan kematian yang kedua adalah saat jiwa (nyawa) nya dicabut oleh malakal maut lalu dia menjadi sesuatu yang tidak dapat diingat / disebut (hancur bersatu dengan tanah). Kehidupan pertama dialaminya saat jiwa dipasangkan dengan raganya dan kehidupan yang kedua adalah saat dia dibangkitkan pada hari kiamat. Saat dia berada di dalam kuburan, dia tidak tahu apa-apa karena memang tidak terjadi apa-apa. Apabila terjadi, maka dia akan mampu mengingatnya.

Dan pada hari terjadi sa’at itu (kiamat), orang yang berdosa bersumpah: mereka tidak tinggal (dalam kuburan) melainkan sesaat. Seperti itulah mereka dipalingkan.
Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu dan keimanan: “Sesungguhnya benar-benar kamu telah tinggal di dalam catatan Allah hingga hari kebangkitan. Maka inilah kebangkitan itu dan akan tetapi kamu tidak mengetahui. (QS. 30 ayat 55-56)

Menurut anggapan sebahagian ulama, orang yang berdosa akan disiksa di kubur mereka, tetapi pernyataan ayat di atas membuktikan bahwa mereka tidak disiksa apa-apa dan tidak ada satupun yang menjumpai mereka di kubur mereka. Itu artinya tidak ada azab / siksa kubur. Kalau ada yang mengatakan bahwa mereka (orang-orang berdosa) lupa terhadap apa yang terjadi atas mereka di kubur mereka, lalu apa gunanya malaikat repot-repot menanyai dan menyiksa mereka di kuburan kalau pada akhirnya mereka tidak merasakan apa-apa. Lagipula setelah mati, kita hanya tinggal di dalam catatan Allah sampai hari berbangkit bukan di alam barzakh atau di dalam kubur.
Kalau ada malaikat datang dan menemui mereka di dalam kubur, lalu mereka bangkit, apakah namanya kehidupan atau kebangkitan? Kalau itu kehidupan, berarti tiga kali kematian dan tiga kali kehidupan. Hal tersebut bertentangan dengan dua ayat di atas yang mengetakan bahwa mati dan hidup hanya dua kali. Kalau itu kebangkitan, lalu hari kiamat itu kebangkitan apa ketika Al Qur’an menyatakan bahwa setelah barzakh dilewati akan ada kebangkitan?

Dan ditiuplah sangkakala, maka ketika itu mereka bangkit bergegas kepada Rabb mereka dari kubur mereka.
Mereka berkata: “Celakalah kami, siapa yang membangunkan kami dari tempat tidur kami?” Inilah yang Ar rahman janjikan dan benarlah rasul-rasul.
Tiadalah teriakan itu melainkan sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dihadirkan di sisi Kami (QS. 36 ayat 51-52)

Bangunnya orang yang mati dari kubur itu adalah ketika ditiup sangkakala dan itupun hanya sekali; tidak terjadi dua kali kebangkitan. Hal seperti itulah yang Allah janjikan. Apabila ada kebangkitan di dalam kubur, siapakah yang menjanjikan? Apakah Allah merubah janjinya itu sehingga rasul-rasul berkata tidak benar? Ataukah para mukhtarif yang menyimpangkan kebenaran dan membuatnya menjadi khurafat? Ataukah muqallid yang dengan senang hati menerima taqlid tersebut tanpa menelitinya kembali dengan Al Qur’an yang berfungsi sebagai muhaimin (penguji)?
Kematian bukanlah sesuatu yang aneh dan menakutkan apalagi dipikirkan. Persiapkan diri kita untuk menyambutnya dengan segenap amal saleh dan hati yang bersih. Setelah kematian, tidak ada lagi yang bermanfaat dan bisa memberikan petolongan kepada kita selain amal kebaikan yang pernah kita kerjakan. Tak ada lagi tolong menolong atau kirim-kiriman makanan atau doa, karena tidak akan sampai kepada si mati. Tidak ada lagi arwah-arwah gentayangan yang akan pulang ke rumah pada setiap saat ataupun menjelang bulan Ramadhan seperti keyakinan animisme hindu dan budha yang selama ini kita yakini. Tidak ada pekerjaan sia-sia malaikat yang bertanya pertanyaan-pertanyaan yang telah dibocorkan di dunia di kubur atau menyiksa kita yang pada akhirnya hanya untuk dilupakan oleh kita kelak. Kembalilah kepada Al Qur’an, pelajarilah isinya agar kita menjadi muslim yang benar dan selamat dunia dan akhirat. Beragamalah yang nyata dengan mempelajarinya dan melaksanakan isinya. Sekali lagi, barzakh bukanlah alam tetapi batas antara dua alam; kematian dan kehidupan. Dan kubur bukanlah alam, karena yang tinggal di dalamnya bukanlah orang hidup.
Semoga Allah memberkati dan menunjuki kita semua.

Puji itu bagi Allah!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Maaf saudaraku tetapi ada sebuah hadits seperti ini Ibnu Abbas ra mengisahkan bahwa suatu hari Rasulullah saw melintasi
dua makam, lalu beliau berkata, "Sesungguhnya mereka berdua sedang
disiksa, mereka bedua disiksa bukan disebabkan melakukan dosa besar.
Salah satu dari mereka disiksa karena tidak sampai bersih saat bersuci
dari buang air kecil."
saya minta pendapatnya, Assalamualikum

Abi Fahd mengatakan...

Itukan hanya sebuah kisah yang disandarkan kepada Nabi Muhammad yang belum tentu kebenarannya. Kalau ingin tahu benar atau tidaknya, kembalikan kepada Al Qur'an. Kalau kisah itu bertentangan dengan penjelasan Al Qur'an berarti kisah itu tidak benar dan kalau sesuai dengan penjelasan Al Qur'an, mungkin saja kisah itu benar.

Salaamun 'alaikum.